Kasus Pemukulan Guru Honorer Supriyani di Konawe Selatan Memanas, Mendagri Turun Tangan
Konawe Selatan, 10 November 2024 – Kasus dugaan pemukulan yang melibatkan guru honorer Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, kini semakin memanas dan menarik perhatian berbagai pihak. Kasus ini bermula dari laporan seorang guru SD yang dituduh memukul muridnya, yang kemudian mengundang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk turun tangan.
Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga, dianggap terlibat dalam kasus ini dengan mencampuri proses penyelesaian masalah, yang semakin memperpanjang persoalan hukum yang dihadapi oleh Supriyani. Surunuddin, yang sebelumnya terlibat dalam mediasi antara kedua pihak, melayangkan surat somasi kepada Supriyani setelah ia mencabut kesepakatan damai dengan orang tua korban, Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya.
Tindakannya ini mendapat respons dari Wakil Mendagri, Bima Arya Sugiarto, yang mengungkapkan bahwa Mendagri Tito Karnavian akan segera memanggil Bupati Surunuddin untuk meminta penjelasan mengenai keterlibatannya dalam mediasi dan somasi tersebut. Bima Arya menambahkan bahwa pemanggilan Surunuddin sudah dikoordinasikan dengan Penjabat Gubernur Sulawesi Tenggara, Andap Budhi Revianto.
Sebelum langkah pemanggilan tersebut dilakukan, Bima Arya berencana untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan Pj Gubernur Sultra. "Kami akan koordinasi dengan Penjabat Gubernur Sulawesi Tenggara," ujar Bima Arya dalam pernyataan yang disampaikan kepada Tribunnews.com pada Sabtu (9/11/2024).
PGRI Sultra Kritik Somasi Bupati
Di sisi lain, keputusan Bupati Surunuddin untuk mengirimkan surat somasi kepada Supriyani menuai kritik dari Pengurus PGRI Sulawesi Tenggara. Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo, menilai bahwa tindakan ini tidak sepatutnya dilakukan, mengingat Supriyani adalah seorang guru honorer yang telah mengabdi selama 16 tahun dengan gaji yang sangat minim. Halim menyebutkan bahwa somasi terhadap Supriyani akan menciptakan preseden buruk bagi Pemkab Konawe Selatan.
"Saya kira ini akan menjadi preseden buruk nantinya karena dilakukan atas nama pemerintah daerah, bukan hanya bupati," kata Halim. Ia juga menyarankan agar Pemkab Konawe Selatan lebih baik memaafkan Supriyani atas pencabutan kesepakatan damai tersebut, daripada melayangkan somasi. "Seharusnya mereka memaafkan, karena Supriyani sudah cukup menghadapi proses hukum yang berat," tambah Halim.
Pengakuan Anak Aipda Wibowo: Luka Bukan Akibat Pemukulan
Terkait dengan tuduhan pemukulan, anak Aipda Wibowo Hasyim yang merupakan korban dalam kasus ini, mengaku bahwa lukanya bukan disebabkan oleh pemukulan Supriyani, melainkan akibat terjatuh di sawah. Pengakuan tersebut disampaikan oleh Lilis, wali kelas dari anak Aipda Wibowo, setelah menjalani pemeriksaan di Propam Polda Sulawesi Tenggara.
Lilis menyatakan bahwa saat kejadian, ia berada di kelas untuk mengajar dan tidak melihat adanya peristiwa pemukulan seperti yang dituduhkan. "Saya yakin Supriyani tidak memukul seperti yang dituduhkan," ujar Lilis. Ia juga mengungkapkan bahwa ketika mendengar kabar tentang pemukulan dari orang tua D, ia langsung bertanya kepada anak tersebut dan mendapat pengakuan bahwa lukanya disebabkan oleh kecelakaan di sawah.
Proses Hukum yang Berlanjut
Meskipun ada pengakuan dari anak Aipda Wibowo bahwa lukanya bukan akibat pemukulan, kasus ini tetap berlanjut di pengadilan. Supriyani kini menjalani proses persidangan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Supriyani sendiri menegaskan bahwa ia tidak melakukan pemukulan terhadap murid tersebut, meskipun ia telah beberapa kali meminta maaf kepada Aipda Wibowo atas ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran. "Saya sudah meminta maaf, tetapi saya tidak memukul anaknya," ujar Supriyani.
Namun, Aipda Wibowo tampaknya tetap bertekad untuk membawa Supriyani ke penjara, meskipun hanya untuk sehari, agar dapat membuktikan bahwa guru honorer tersebut bersalah. "Saya tetap akan penjarakan kamu walaupun hanya sehari, agar semua orang tahu kalau kamu salah," kata Supriyani, menirukan ucapan Aipda Wibowo.
Kritik Terhadap Proses Penyelesaian Kasus
Dengan semakin berlarut-larutnya kasus ini, banyak pihak yang mengkritik baik kebijakan Bupati Konawe Selatan maupun keputusan-keputusan hukum yang diambil. Kritik juga datang dari berbagai kalangan, yang berharap agar kasus ini segera diselesaikan secara adil dan tidak dipolitisasi lebih lanjut.
Pemerhati pendidikan dan kebijakan publik menilai bahwa tindakan pemda dan aparat hukum yang terlibat dalam kasus ini harus mempertimbangkan keberpihakan terhadap hak-hak guru honorer, yang sering kali berada dalam posisi yang sangat rentan, serta pentingnya keadilan bagi semua pihak yang terlibat.(*)