Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Dalam sejumlah artikel mengenai kasus Tom Lembong, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus impor gula tahun 2015, saya berpendapat bahwa penetapan status tersebut bermotif politik dengan alasan yang cukup mendetail.
Pertama, tuduhan jaksa terhadap Tom Lembong dinilai sangat lemah dan terkesan dicari-cari. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa pada tahun 2015 Indonesia mengalami surplus gula, namun kenyataannya tidak ada surplus yang terjadi. Selain itu, Kejagung mengaku tidak menemukan aliran dana 'fee' kepada Tom Lembong dan berkilah bahwa korupsi tidak harus melibatkan aliran dana. Hal ini mencerminkan kinerja Kejagung yang amatir dan tidak profesional.
Saya percaya satu-satunya faktor yang dapat menjelaskan kekonyolan Kejagung adalah tekanan politik. Ketika ditanya siapa aktor di balik tekanan tersebut, ada dua kemungkinan: rezim lama atau rezim baru, yaitu Jokowi atau Prabowo. Banyak pihak menuding Prabowo sebagai aktor di balik penetapan tersangka ini, bahkan ada media asing, South China Morning Post (SCMP), yang menurunkan berita yang mendiskreditkan Prabowo. Namun, saya menduga kuat bahwa jika ini benar bermotif politik, Jokowi lah yang berada di balik drama penetapan tersangka Tom Lembong.
Alasan saya berlandaskan analisis berbasis data yang cukup kuat. Pertama, surat perintah penyidikan (sprindik) kepada Tom Lembong dikeluarkan sekitar Oktober tahun lalu (2023), bertepatan dengan penunjukannya sebagai tim sukses dan co-captain Anies-Imin. Sangat tidak mungkin ini hanya kebetulan. Kejaksaan mengaku tidak tahu kapan penyelidikan dimulai, seperti diungkapkan oleh Abdul Qohar, Direktur Penyidik pada Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus.
Setelah sprindik diterbitkan, kasus ini mengendap hampir satu tahun tanpa ada pemeriksaan terhadap Tom Lembong. Namun, pada 8 Oktober 2024, Tom Lembong diperiksa sebagai saksi untuk pertama kalinya. Pada waktu itu, Jokowi masih berkuasa dan berpotensi mendesak Kejagung untuk mempercepat proses penetapan tersangka.
Pemeriksaan terhadap Tom Lembong selanjutnya dilakukan dengan cepat setiap minggu, dan akhirnya, pada 29 Oktober 2024, dia ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Dengan kronologi ini, hampir tidak mungkin Prabowo yang berada di balik penetapan tersangka Tom Lembong. Hal ini mengarahkan dugaan aktor di balik drama ini kepada Jokowi.
Skenario penetapan tersangka ini tampaknya merupakan bagian dari desain besar untuk menangkap Tom Lembong sebagai figur penting di kubu oposisi dan sekaligus mendiskreditkan Prabowo di awal kekuasaannya. Dugaan ini semakin diperkuat dengan tulisan di SCMP yang mendiskreditkan Prabowo dan memberi kesan cuci tangan kepada Jokowi.
Siapa yang diuntungkan dalam situasi ini? Gibran, anak Jokowi, menjadi pihak yang diuntungkan. Pertanyaannya, apakah Prabowo begitu naif sehingga tidak menyadari semua ini?
Sejarah akan menjadi saksi, dan kita akan melihat bagaimana dinamika ini berkembang ke depannya.(*)