Pakar politik Ikrar Nusa Bhakti mengaku tidak habis pikir dengan langkah politik Joko Widodo (Jokowi) yang dinilainya telah mengambil sikap bertentangan dengan partai yang membesarkannya, PDI Perjuangan (PDIP).
"Saya terus terang, sebagai orang yang belajar ilmu politik sejak 1978 hingga sekarang, tidak pernah melihat seseorang yang dibesarkan dalam sebuah partai politik kemudian berpisah, dan langsung mengambil garis yang bukan hanya berseberangan, tetapi bermusuhan," ujar Ikrar dalam diskusi di Jakarta, Senin, 25 November 2024.
Ikrar menyebutkan bahwa Jokowi telah didukung oleh PDIP sejak awal karier politiknya, mulai dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI selama dua periode.
Namun, setelah masa jabatannya selesai, Jokowi justru dinilai tidak hanya meninggalkan PDIP tetapi juga mendukung kelompok politik lain.
“Bukan hanya meninggalkan, tetapi seolah berupaya menghancurkan partai yang telah membesarkannya,” kata Ikrar.
Ia menambahkan bahwa langkah Jokowi menunjukkan kurangnya rasa terima kasih kepada PDIP.
“Bukan hanya tidak memiliki rasa terima kasih, tetapi juga seperti berupaya menindas partai tersebut. Bahkan, ingin menghilangkan basis-basis kekuatan PDIP di beberapa daerah, seperti Jakarta, Jawa Tengah, dan Bali,” jelasnya.
Menurut Ikrar, seorang politisi yang telah dibesarkan oleh partai seharusnya memiliki rasa kebersamaan yang mendalam, serta menjadikan aspirasi partai sebagai bagian dari dirinya.
"Namun, Jokowi tampaknya tidak demikian. Dia justru ingin melibas daerah-daerah yang menjadi basis PDIP," ungkapnya.
Ikrar juga menyinggung upaya Jokowi untuk memperkuat pengaruh politiknya di Jawa Tengah dengan melibatkan Presiden Prabowo Subianto.
Ia menyebut bahwa pada Pilkada Jawa Tengah, Jokowi meminta Prabowo untuk memberikan dukungan kepada Ahmad Luthfi dan Gus Yasin.
"Bawaslu Pusat menyatakan bahwa endorsement Presiden Prabowo terhadap Luthfi dan Gus Yasin dibuat saat Prabowo berada di rumah Jokowi pada 13 November 2024," ungkap Ikrar.
Menurut Ikrar, langkah ini menunjukkan keinginan Jokowi untuk tetap memiliki pengaruh kuat dalam politik di Jawa Tengah.
Ia juga menilai bahwa Jokowi ingin menampilkan dirinya sebagai sosok yang lebih dominan dibandingkan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
"Bahlil bahkan menyebut hati-hati, karena dia adalah 'Raja Jawa'. Jangan main-main dengan Raja Jawa," tutup Ikrar.(*)