Pakar Hukum: Pernyataan Hasto Kristiyanto Tentang Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada 2024 Harus Ditangani Serius
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menilai pernyataan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, mengenai adanya campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Partai Cokelat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 harus mendapat perhatian serius.
Menurut Ficar, jika tuduhan Hasto mengenai adanya tekanan dari aparat penegak hukum (APH) dalam pilkada terbukti, hal ini akan merampas hak politik masyarakat. "Sejarah akan mencatat tindakan oknum penegak hukum seperti ini sebagai penghancur prinsip negara hukum yang demokratis," ujar Ficar kepada Inilah.com pada Sabtu, 23 November 2024.
Ficar menambahkan bahwa apa yang disampaikan Hasto adalah tuduhan serius dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Hasto bersama aparat penegak hukum mengungkap dugaan skandal cawe-cawe Jokowi dan Partai Cokelat di Pilkada 2024. "Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk, baik bagi dunia politik maupun penegakan hukum yang seharusnya objektif," tambahnya.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto menuding adanya rencana 'jahat' yang melibatkan Presiden Jokowi dan 'Partai Cokelat'. Dalam Podcast Akbar Faizal Uncensored, Hasto mengungkapkan bahwa dirinya sudah menjadi target kriminalisasi terkait disertasi dan proses Pilkada 2024.
Hasto mengkritik Presiden Jokowi, yang menurutnya seharusnya menjadi simbol kebaikan, malah terlibat dalam praktik kekuasaan yang didominasi oleh feodalisme, populisme, dan machiavellianisme. "Pemerintah terus menjalankan ambisi kekuasaan ini, bahkan setelah Gibran ditetapkan sebagai wakil presiden," kata Hasto, menambahkan bahwa meskipun langkah-langkah tersebut sangat prosedural, tindakan itu merusak sistem hukum dan konstitusi.
Hasto juga menyoroti pelaksanaan Pilkada 2024, khususnya di Sumatera Utara, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ia menilai bahwa ambisi kekuasaan Jokowi melalui mobilisasi 'Partai Cokelat' mengganggu kontestasi politik yang seharusnya sehat. "Bobby Nasution dan Edy Rahmayadi harusnya berkontestasi secara sehat, tapi ada mobilisasi dari 'Partai Cokelat'," ungkap Hasto.
Lebih lanjut, Hasto menganggap ambisi ini mengancam sistem negara republik yang berbentuk republik dan berusaha mengubahnya menjadi sistem kerajaan. "Jokowi menempatkan keluarganya sebagai 'hulu balang', dan ini merupakan ancaman terhadap kedaulatan rakyat," tegas Hasto.
Meskipun menghadapi ancaman tersebut, Hasto menegaskan tidak gentar dan mengajak rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengingatkan pentingnya demokrasi. "Mari kita jadikan ini sebagai momentum untuk mengingatkan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa ambisi yang menggunakan hukum dan kekuatan logistik harus ditentang," katanya.
Hasto juga mencatat adanya informasi yang menyebutkan bahwa setelah Jokowi lengser dari Jakarta, ada dana besar yang dimobilisasi, sekitar Rp200 miliar dari permintaan Rp400 miliar. "Untuk apa Pilkada, jika semua sudah di-setting dengan cara-cara yang sepertinya demokratis tetapi dalam skenario yang membungkam kedaulatan rakyat?" tandasnya.(*)