Pegawai Kejaksaan Negeri Blora Terjerat Kasus Narkoba: Institusi Tindak Tegas
Bayangan suram menyelimuti Kejaksaan Negeri Blora pekan lalu ketika salah seorang pegawai mereka harus berhadapan dengan hukum.
Seorang pegawai berinisial A, yang menjabat sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan, terjerat kasus narkoba.
Penangkapan ini tidak hanya mengguncang internal Kejaksaan, tetapi juga menyoroti kerapuhan batas antara pelindung hukum dan pelanggar hukum.
Proses penangkapan berlangsung dengan rapi dan penuh kehati-hatian.
Tim gabungan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah (Kejati Jateng) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama dalam operasi Pengamanan Sumber Daya Organisasi (PAM SDO), sebuah langkah yang tampak seperti rutinitas, namun kali ini memancing perhatian luas.
“Aspek intelijen kejaksaan telah melakukan PAM SDO terhadap seorang pegawai kejaksaan yang diduga melakukan tindakan tercela,” ungkap Asisten Intelijen Kejati Jateng, Freddy Simanjuntak, Kamis (7/11).
Kata-katanya tegas, tanpa embel-embel, mencerminkan ketegasan institusi dalam menangani kasus ini.
Namun, kasus ini tidak hanya berhenti pada dugaan penyalahgunaan narkoba.
Kabar miring pun beredar bahwa A diduga terlibat dalam pemerasan terhadap seorang pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Blora.
Freddy memberikan klarifikasi bahwa isu pemerasan tersebut telah diselidiki, namun tidak ditemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan ke proses hukum.
“Kami sudah melakukan investigasi menyeluruh, namun dugaan pemerasan itu tidak terbukti,” jelas Freddy.
Sebaliknya, dugaan penyalahgunaan narkoba semakin menguat.
Tes urine yang dilakukan menunjukkan hasil positif, dan langkah hukum pun semakin mendekati A.
Saat ini, Kejati Jateng tengah menelusuri jejak kasus tersebut lebih dalam.
Proses yang semula berupa klarifikasi kini telah naik menjadi inspeksi kasus, sebuah prosedur yang menandai langkah serius dalam mengurai keterlibatan A.
“Inspeksi ini dilakukan oleh tim pengawasan untuk memastikan penanganan berjalan transparan dan sesuai prosedur,” pungkas Freddy.
Pernyataan ini menegaskan bahwa di hadapan hukum, tidak ada ruang bagi kompromi, meski harus menegakkan hukum di antara para penegaknya sendiri.
Di gedung kejaksaan, suasana seakan berubah menjadi lebih suram.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap sistem, sekuat apa pun, tetap memerlukan pengawasan yang ketat.(*)