Dokter Tifa Sebut Prabowo Lebih Beradab Dibanding Jokowi, Singgung Peribahasa Jawa dalam Pertemuan di Solo
Pegiat media sosial Dokter Tifa memberikan pujian kepada Presiden Prabowo Subianto yang menemui mantan Presiden Joko Widodo di Solo. Menurutnya, Prabowo menunjukkan sikap yang lebih beradab daripada yang ditunjukkan Jokowi saat menjabat sebagai presiden.
Pertemuan antara Prabowo dan Jokowi berlangsung pada Minggu malam, 3 November 2024, di Solo, Jawa Tengah. Ini merupakan pertemuan kedua dalam sebulan terakhir, setelah sebelumnya pada Oktober 2024, Prabowo juga mendatangi Jokowi di kediamannya di Solo. Dalam pertemuan tersebut, keduanya menikmati makanan tradisional seperti trancam, garang asem, dan sosis solo di sebuah angkringan di wilayah Surakarta.
Dokter Tifa menganggap langkah Prabowo menemui Jokowi ini mencerminkan adab dan kesantunan. Menurutnya, Prabowo melakukan apa yang tidak dilakukan Jokowi saat awal menjabat sebagai presiden, yakni tidak pernah mendatangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk bersilaturahmi.
"Inilah yang dilakukan Presiden @prabowo kepada mantan Presiden Jokowi. Inilah yang tidak dilakukan Presiden Jokowi kepada mantan Presiden SBY di tahun 2014 dulu. Inilah yang dinamakan Adab. Tidak usah berspekulasi macam-macam," tulis Dokter Tifa melalui akun X-nya.
Dalam cuitan lainnya, Dokter Tifa menyinggung peribahasa Jawa, "Wong Joko Yen Dipangku Mati," yang memiliki arti bahwa ketika seseorang diagungkan atau dihormati, ia akan menjadi lebih terkendali dan tidak banyak tingkah. Ia mengaitkan peribahasa ini dengan cara Prabowo menghadapi lawan politiknya.
"Cuma satu macam saja spekulasi saya, ada peribahasa Jawa yang tidak lekang dimakan waktu, yaitu: 'Nek dipangku mati.' Cara terbaik menaklukkan lawan adalah, pangku dia, mati dia. Dalam hal Kabinet Taman Safari aka Merah Putih, itu juga yang dilakukan Presiden @prabowo. Jadi silakan interpretasikan dua tokoh ini, siapa yang memangku dan siapa yang dipangku," tulis Dokter Tifa lebih lanjut.
Menurut Dokter Tifa, langkah Prabowo ini tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada pendahulunya, namun juga menjadi strategi untuk meredam tensi politik.(*)