Maskota HJS, Ketua Apdesi Tangerang, Jadi Sorotan dalam Kasus Pelaporan Said Didu
TANGERANG – Maskota HJS, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Tangerang, Banten, tengah menjadi perhatian publik.
Nama Maskota HJS mencuat setelah disebut sebagai dalang di balik pelaporan mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu, ke pihak kepolisian.
Pelaporan tersebut didasari pernyataan Said Didu yang mengkritik sengketa tanah terkait pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Said Didu diketahui menyuarakan aspirasi warga yang merasa dirugikan akibat proyek tersebut.
Melalui akun media sosial X miliknya, @msaid_didu, Said membagikan salinan laporan pihak Apdesi Tangerang terhadap dirinya.
Konfirmasi mengenai laporan ini juga disampaikan oleh Herman, seorang pemuda asal Kosambi, Tangerang, yang mewakili Apdesi.
“Kami mendengar laporan kami telah memasuki tahap penyidikan,” ujar Herman.
“Kami berharap aparat kepolisian segera menetapkan SD (Said Didu) sebagai tersangka agar tidak lagi bisa menghasut warga,” lanjutnya.
Herman menilai tindakan Said Didu telah merugikan warga setempat.
Menurutnya, pernyataan Said Didu di media sosial dapat mengganggu kondusivitas masyarakat dan berdampak pada kelancaran proses pembangunan PSN PIK 2.
“Kami tidak ingin gara-gara hasutan SD, kondisi masyarakat menjadi tidak kondusif sehingga proses pembangunan terganggu,” tegas Herman.
Di sisi lain, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, turut menanggapi kasus ini.
Melalui akun X pribadinya, Mahfud menekankan bahwa tindakan Said Didu memperjuangkan hak warga merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.
“Said Didu dilaporkan polisi dan pada 19 November 2024 ini dia dipanggil untuk diperiksa. Menindaklanjuti laporan adalah tugas polisi agar semuanya jelas,” ujar Mahfud.
“Tetapi keadilan dan kebebasan berekspresi serta mengkritik seperti yang dilakukan Didu adalah hak konstitusional,” lanjutnya.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan isu kebebasan berekspresi dan dampak sosial dari pembangunan proyek strategis nasional.(*)