Cagub-Cawagub Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno, diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi. Dugaan ini diungkap oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
Pengacara Publik YLBHI, Muhammad Fadhil Alfathan, menyampaikan bahwa Pramono Anung diduga terlibat dalam megakorupsi proyek e-KTP. “Dugaan keterlibatan ini masuk ke dalam persidangan yang menyidangkan Setya Novanto, yang disebut menerima 500 ribu dolar,” ujar Fadhil dalam jumpa pers di Gedung YLBHI, Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Selain Pramono Anung, cawagub Rano Karno juga terseret dalam dugaan kasus korupsi. Rano Karno diduga menerima aliran dana korupsi dari proyek pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan di Banten pada 2012. Fadhil menambahkan bahwa Rano Karno juga pernah mengakui menerima uang sebesar Rp 7,5 miliar dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan pada 2011.
Dugaan keterlibatan Pramono Anung dalam kasus e-KTP dan Rano Karno dalam korupsi pengadaan alat kedokteran mendorong masyarakat untuk mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengusut kasus ini. Petisi Masyarakat Jakarta Anti Korupsi (PMJAK) menyuarakan tuntutan agar KPK memberikan kepastian hukum terkait kedua kasus tersebut.
Aksi demonstrasi dilakukan oleh PMJAK di depan Gedung KPK pada Jumat (8/11/2024). Ketua PMJAK, Hasan Assegaf, mengatakan bahwa aksi ini adalah tindak lanjut surat yang dilayangkan ke KPK pada 6 November 2024. Mereka meminta KPK untuk memberikan kepastian hukum terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan Pramono Anung dan Rano Karno.
Hasan menegaskan bahwa PMJAK menuntut kepastian hukum terkait skandal korupsi proyek e-KTP yang diduga melibatkan Pramono Anung dan proyek pengadaan alat kesehatan yang melibatkan Rano Karno. Ia meminta KPK untuk segera memberikan respons tegas agar tidak menimbulkan spekulasi di ruang publik.
Fadhil juga menekankan pentingnya KPK mengklarifikasi apakah benar Pramono Anung menerima aliran dana korupsi seperti yang disebutkan dalam persidangan Setya Novanto. "Kalau tidak, katakan tidak. Kalau benar, katakan benar," ujar Fadhil. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tidak terjebak dalam spekulasi yang berlarut-larut.
Aksi ini juga diwarnai dengan berbagai atribut, seperti spanduk, bendera, dan foto pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung dan Rano Karno. Pada spanduk tersebut tertulis tuntutan agar KPK segera mengusut tuntas kasus-kasus yang melibatkan kedua calon tersebut. (*)