Dua bulan menjelang berakhirnya masa jabatannya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akhirnya mengizinkan Ukraina menggunakan sistem rudal taktis jarak jauh ATACMS buatan AS untuk serangan terbatas di wilayah Rusia. Keputusan ini berpotensi memicu eskalasi besar dalam konflik Ukraina, bahkan hingga melibatkan penggunaan senjata nuklir oleh Rusia, mengingat pernyataan-pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya yang menyebutkan kemungkinan tindakan tersebut.
Perubahan besar dalam kebijakan Biden ini dilakukan setelah Korea Utara dikabarkan mengerahkan pasukan untuk mendukung upaya perang Rusia. Keputusan ini bertujuan untuk membatasi keterlibatan lebih dalam tentara Korea Utara dalam konflik yang berlangsung sejak Februari 2022.
Sebelumnya, Washington DC menolak penggunaan sistem rudal ATACMS oleh Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia, karena khawatir terhadap potensi balasan dari Kremlin. Rudal ATACMS memiliki jangkauan serang hingga 300 kilometer dan dipandu oleh sistem GPS, serta daya tembak yang sangat signifikan.
Keputusan ini menandai pergeseran penting dalam kebijakan AS terhadap Ukraina, khususnya menjelang akhir masa jabatan Biden. Calon penerusnya, Donald Trump, telah mengisyaratkan bahwa dia akan memangkas bantuan militer untuk Ukraina, yang bisa memperlemah posisi Ukraina dalam menghadapi Rusia. Trump juga telah berjanji untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina secepat mungkin, meskipun belum jelas strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Keputusan Biden mendapat kecaman keras, terutama dari kalangan politisi Partai Republik. Marjorie Taylor Greene, politisi dari Negara Bagian Georgia, melalui akun X, mengkritik kebijakan tersebut dengan menyatakan bahwa Biden secara berbahaya mencoba memulai Perang Dunia Ketiga dengan mengizinkan Ukraina menggunakan rudal jarak jauh untuk menyerang Rusia. Ia menegaskan bahwa rakyat AS tidak mendukung keputusan ini dan ingin fokus pada masalah dalam negeri, bukan perang asing.
Senator Republik Mike Lee juga mengkritik keputusan tersebut melalui unggahannya di X, menyatakan bahwa "kaum liberal mencintai perang," yang kemudian di-retweet oleh Elon Musk dengan komentar "Benar." Putra tertua Donald Trump, Donald Trump Jr., juga mengomentari kebijakan tersebut, menyebut bahwa industri kompleks militer berusaha memastikan Perang Dunia Ketiga terjadi sebelum ayahnya memiliki kesempatan untuk menciptakan perdamaian.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyatakan dalam pertemuan dengan Dewan Keamanan Rusia pada September 2024 bahwa doktrin nuklir Rusia perlu diperbarui untuk menghadapi ancaman dan risiko militer yang berkembang. Putin mengusulkan untuk memperluas daftar negara dan aliansi militer yang bisa menjadi target pencegahan nuklir, termasuk negara non-nuklir yang mendapatkan dukungan kekuatan nuklir.
Putin juga mengindikasikan bahwa Rusia berhak menggunakan senjata nuklir jika menghadapi agresi besar terhadap kedaulatan Rusia dan Belarus, termasuk jika serangan tersebut melibatkan senjata konvensional yang mengancam secara kritis. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa pernyataan Putin tersebut harus dipandang sebagai sinyal bagi Barat. Peskov menambahkan bahwa Rusia tidak berencana memperluas persenjataan nuklirnya saat ini, namun tidak memberikan informasi mengenai kemungkinan pencabutan moratorium uji coba nuklir.
Keputusan Biden ini, yang datang pada masa-masa akhir kepemimpinannya, membuka kemungkinan dampak yang lebih luas, baik secara politik maupun militer, dalam konteks konflik Ukraina dan ketegangan internasional yang terus meningkat.(*)