Nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara yang saat ini berstatus pailit, akan diputuskan dalam tiga minggu ke depan. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa Sritex menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Menurut Yeka, tantangan utama yang dihadapi Sritex adalah pemblokiran arus masuk bahan baku dan keluarnya produk, yang terjadi akibat proses penilaian (appraisal) oleh kurator. Saat ini, bahan baku yang tersedia diperkirakan hanya mampu mendukung produksi selama tiga minggu.
“Mengapa tiga minggu? Karena sekarang ada keputusan dari kurator, area Sritex diblokir. Artinya, tidak boleh ada aktivitas keluar masuk barang,” ujar Yeka, dikutip dari CNBC pada Kamis, 14 November 2024.
Meskipun masih ada sebagian karyawan yang tetap mengerjakan pesanan, Yeka melihat potensi PHK akan sulit dihindari jika pasokan bahan baku tidak segera tersedia. “Kalau sudah tiga minggu, dan bahan baku sudah habis, tidak ada lagi yang bisa dikerjakan. Berarti akan terjadi PHK besar-besaran,” jelasnya.
Yeka juga menekankan pentingnya intervensi cepat dari pemerintah untuk menyelamatkan Sritex dan melindungi ribuan pekerja dari PHK. “Jangan terlalu banyak drama untuk menunjukkan kepedulian terhadap Sritex, tapi tidak menyadari ada persoalan besar yang waktunya tidak lama, yaitu tiga minggu lagi,” tegasnya.
Ia memperingatkan agar krisis ini tidak berlarut-larut seperti kasus PT Garuda Indonesia (Persero) yang membutuhkan waktu panjang untuk menyelesaikan status pailit. “Proses penyelesaian pailit ini jika tidak ditangani secara luar biasa, akan berlangsung lama. Contohnya Garuda. Bertahun-tahun penyelesaian pailit Garuda ini. Garuda tidak menghentikan aktivitas penerbangan, tapi untuk Sritex, aktivitas keluar masuk barang dihentikan—ini jantungnya,” pungkas Yeka.(*)