Proyek Strategis Nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang tengah menjadi sorotan di Kabupaten Tangerang, telah memicu polemik besar, terutama terkait dengan dampaknya terhadap warga setempat. Banyak masyarakat yang merasa dirugikan karena mereka harus tergusur dari tempat tinggal yang sudah turun temurun tanpa mendapatkan ganti rugi atau fasilitas yang memadai.
Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), menyatakan bahwa PSN PIK 2, dan beberapa proyek strategis nasional lainnya, jelas melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan yang ada. Salah satu masalah utama, menurut Budiawan, adalah adanya penyelundupan hukum dalam pengalihan fungsi lahan yang seolah-olah tidak mengutamakan kepentingan umum.
Menurut Pasal 19 dan Pasal 44, proyek yang dianggap sebagai PSN haruslah untuk kepentingan umum. Namun, dalam prakteknya, PSN PIK 2 lebih banyak menguntungkan pihak-pihak tertentu, bukan masyarakat pada umumnya. “Jika proyek ini bukan untuk kepentingan umum, lalu untuk siapa? Apakah hanya untuk keuntungan pribadi atau perusahaan tertentu?” kata Budiawan.
Lebih lanjut, Budiawan menyoroti ketidaksesuaian dalam penerapan Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya Pasal 173, yang mengatur bahwa PSN seharusnya hanya diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau badan usaha milik negara. Namun, dalam kenyataannya, PSN PIK 2 malah diselenggarakan oleh badan usaha swasta, yang jelas bertentangan dengan ketentuan tersebut.
Budiawan juga menekankan bahwa proses pengajuan status PSN untuk PIK 2 seharusnya dilakukan oleh menteri atau kepala daerah dan harus dievaluasi secara ketat. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai siapa yang mengajukan status PSN untuk PIK 2 kepada menteri, dan apakah sudah ada hasil evaluasinya.
Terakhir, Budiawan mengingatkan bahwa pengusiran warga dari tempat tinggal mereka dengan alasan proyek PSN, tanpa adanya penggantian yang memadai, melanggar hak asasi manusia. Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa setiap orang berhak memiliki hak milik pribadi, dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang. Oleh karena itu, pemaksaan untuk menjual rumah dan tanah mereka sebagai bagian dari PSN adalah sebuah pelanggaran hak dasar warga.
Dengan demikian, polemik yang berkembang terkait PSN PIK 2 menunjukkan adanya ketidakberesan dalam prosedur dan implementasinya. Masyarakat yang merasa dirugikan harus mendapatkan perhatian lebih, dan proses hukum serta administratif terkait proyek ini harus dilakukan dengan lebih transparan dan adil.(*)