SEMARANG - Kasus penembakan yang menewaskan seorang pelajar SMK berinisial GRO (16) oleh Aipda RZ, anggota Satnarkoba Polrestabes Semarang, menuai kejanggalan. Kejadian ini terjadi pada Minggu, 24 November 2024, sekitar pukul 00.30 WIB, di depan Alfamart, Jalan Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang. Tidak hanya GRO yang menjadi korban, dua teman satu sekolahnya, SA (16) dan AD (17), juga mengalami luka namun selamat.
Menurut keterangan polisi, penembakan terjadi saat anggota kepolisian mencoba melerai tawuran antara geng Pojok Tanggul dan geng Seroja. Namun, pihak yang berada di lokasi, termasuk satpam dan karyawan minimarket setempat, membantah adanya tawuran di tempat kejadian. Mereka menyatakan tidak ada tanda-tanda tawuran dan menyebut bahwa hanya ada seorang pria yang menghalangi jalan dengan motor dan melakukan penganiayaan terhadap orang yang lewat menggunakan senjata tajam.
Klaim polisi bahwa korban merupakan anggota geng dan terlibat tawuran juga dibantah oleh pihak sekolah. Staf kesiswaan SMK N 4 Semarang, Nanang Agus B., menyatakan bahwa rekam jejak korban baik dan tidak ada indikasi keterlibatan dalam geng. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya rekayasa dalam kasus tersebut.
Lebih lanjut, keluarga korban memilih menutup diri dan tidak memberikan keterangan terkait kejadian tersebut. Saat ditemui oleh wartawan, keluarga korban di Kembangarum, Semarang Barat, meminta untuk meninggalkan lokasi karena sedang berduka. Keluarga dari dua korban selamat, SA dan AD, juga enggan memberikan keterangan terkait peristiwa ini.
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menilai kasus ini sebagai extra judicial killing atau pembunuhan di luar hukum. Direktur LBH Semarang, Syamsuddin Arief, menyatakan bahwa polisi diduga melakukan rekayasa untuk menutupi kenyataan dan membenarkan penembakan tersebut. Ia menambahkan bahwa korban yang tidak memiliki catatan kriminal malah dituduh sebagai anggota gangster.
Di sisi lain, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya terbuka dalam mengungkapkan bukti kasus ini. Menurutnya, media turut dilibatkan dalam proses rekonstruksi kasus.
Sebagai tambahan, dalam rekonstruksi yang dilakukan, AD mengungkapkan bahwa korban GRO awalnya tidak ingin ikut tawuran namun akhirnya terlibat setelah lawan tawuran membawa senjata tajam. AD juga mengaku terkena tembakan yang meleset dan mengenai tangan temannya, Satria. Ketika wartawan berusaha menggali lebih dalam, AD dibawa oleh polisi dan mengakhiri percakapan tersebut.
Kasus ini masih terus berkembang, namun berbagai kejanggalan yang muncul menambah kecurigaan bahwa ada pihak yang berusaha menutupi kebenaran dari kejadian tersebut. (*)