Pemerintah Segera Tindaklanjuti Putusan MK Terkait UMP dalam UU Cipta Kerja
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemerintah akan segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, khususnya mengenai ketenagakerjaan dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Supratman menjelaskan bahwa dari 21 pasal yang dibatalkan dalam UU Cipta Kerja, hal yang paling mendesak untuk ditindaklanjuti adalah UMP, karena seluruh provinsi diharuskan menetapkan UMP pada bulan November ini.
"Harus ditetapkan di bulan November. Seluruh gubernur harus menetapkan itu. Saya yakin satu atau dua hari ini ada kebijakan terkait itu," ujar Supratman setelah rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Senin (4/11/2024).
Mengenai pelibatan serikat buruh dalam proses penentuan tindak lanjut Putusan MK untuk UMP, Supratman mengaku belum bisa memastikannya. Namun, ia memastikan bahwa pemerintah akan menaati putusan MK yang memerintahkan agar memasukkan Komponen Hidup Layak (KHL).
"Kan pemerintah harus melakukan itu, dan tidak ada pilihan lain karena tidak ada upaya hukum," tambahnya.
Supratman juga menyebut bahwa untuk poin-poin lainnya, tindak lanjut akan dilakukan setelah kebijakan UMP dituntaskan. Ia menyatakan bahwa putusan MK menekankan perlunya mengeluarkan UU tentang Ketenagakerjaan dari klaster UU Cipta Kerja dan membentuk UU baru dalam waktu dua tahun.
Dia menilai bahwa batas waktu yang ditentukan oleh putusan MK tersebut masih sangat cukup. Sebagai mantan Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman percaya bahwa pembuat undang-undang seharusnya tidak mengalami kesulitan dalam hal ini.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi meminta DPR dan pemerintah untuk segera menyusun undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. MK memberikan waktu maksimal dua tahun bagi pembentuk undang-undang untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru dan mengingatkan pentingnya partisipasi aktif serikat pekerja serta buruh dalam proses pembuatan UU tersebut.(*)