Wartawan senior Asyari Usman menghubungi redaksi Repelita.net dan menyampaikan analisis terkait penangkapan Tom Lembong.
Ia menyebut penangkapan tersebut sebagai taktik untuk mengalihkan perhatian publik dari isu yang ramai disebut “Fufufafa.”
Menurut Asyari, Presiden Jokowi diduga sedang menghadapi tantangan besar dalam menurunkan perhatian publik terhadap “Fufufafa.”
Analis menyebut bahwa berita besar dan aksi tuntutan masyarakat yang terus berlanjut tampaknya menjadi beban bagi pemerintah.
Asyari menyatakan bahwa solusi pemerintah dalam situasi ini adalah dengan membuat kasus yang mampu menyita perhatian publik.
"Siap, komandan! Tom Lembong saja kita ‘lego’ hari ini," ujarnya menirukan respons dari seorang tokoh yang digambarkan sebagai pihak yang biasa menangani isu besar.
Dengan strategi untuk “membajak perhatian publik,” diumumkanlah penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus korupsi impor gula.
Tidak lama setelah itu, Tom Lembong terlihat di hadapan publik dengan tangan diborgol, dan penahanannya diumumkan Kejaksaan Agung.
Kejadian ini langsung menarik perhatian media sosial dan media konvensional. Tom Lembong menjadi topik pembicaraan hangat di berbagai platform, dan warganet bereaksi keras.
Setelah itu, Kejaksaan Agung pun memberikan penjelasan terkait penangkapan Tom Lembong.
Masyarakat mulai mempertanyakan kasus-kasus korupsi lain yang melibatkan beberapa tokoh penting, seperti Zulkifli Hasan, Airlangga Hartarto, Tito Karnavian, hingga Luhut Panjaitan.
Desakan kepada Kejaksaan Agung untuk bersikap tegas tanpa pandang bulu pun semakin kuat di media sosial.
Namun, di tengah perhatian publik terhadap kasus ini, muncul spekulasi apakah isu “Fufufafa” akan tenggelam untuk selamanya atau akan kembali mencuat.
Asyari meyakini bahwa spekulasi terkait “Fufufafa” sulit dilupakan masyarakat.
Ia juga menyebut bahwa, agar isu tersebut benar-benar hilang dari pembicaraan publik, Jokowi perlu menginstruksikan pengungkapan kasus-kasus lama secara berkesinambungan.
Menurutnya, jika terus dilakukan, publik mungkin akan mengalihkan perhatiannya dari “Fufufafa,” meski ini hanya berlangsung sementara.
Asyari juga menyatakan bahwa langkah paling efektif yang mungkin bisa menghapus isu “Fufufafa” adalah jika Jokowi meminta Gibran untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil presiden.
Ia menyimpulkan, publik akan terus menunggu langkah pemerintah dalam menangani isu ini.(*)