Guru Besar Universitas Airlangga dan pengamat politik, Prof. Henri Subiakto, memberikan tanggapan terkait penetapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Prof. Henri menyatakan bahwa kasus ini mencerminkan hilangnya integritas dalam lembaga peradilan.
"Ketika pengadilan sudah bisa dibeli oleh mereka yang kaya, maka keputusan hukum adalah hasil proses semu yang penuh muslihat dan ketidakjujuran," ungkapnya dalam keterangannya di aplikasi X @henrysubiakto pada 29 Oktober 2024.
Ia menilai bahwa keputusan hukum, yang seharusnya mencerminkan keadilan, justru bertransformasi menjadi transaksi yang busuk yang tersamarkan dalam bentuk fakta keadilan yang tampak sakral.
"Legitimasi hukum bisa berupa hasil transaksi yang busuk tapi seolah sakral karena menjadi fakta keadilan," tambahnya.
Lebih lanjut, Prof. Henri menjelaskan bahwa kasus-kasus seperti ini hanya menjauhkan putusan hukum dari kebenaran yang hakiki.
"Itulah potret kebenaran hukum yang banyak terjadi hingga putusan hukum makin jauh dari kebenaran yang hakiki," katanya.
Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya tentang rusaknya citra lembaga peradilan di mata masyarakat.
"Maka bersabarlah saudaraku saat melihat kepalsuan yang seolah sudah menjadi kebenaran yang harus diterima oleh kita semua," imbuhnya.
Prof. Henri menekankan perlunya publik bersabar dalam menghadapi situasi yang penuh ironi ini, sembari berupaya memperbaiki moralitas dan kejujuran di sekitar dengan cara-cara rasional.
"Selain bersabar, mari kita berupaya memperbaiki moralitas dan kejujuran di sekitar kita dengan cara-cara yang rasional," tegasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya sebagai tersangka.
Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Mereka diduga menerima suap dari pengacara LR untuk membebaskan terdakwa Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
"Setelah dilakukan pemeriksaan pada hari ini, Jaksa Penyidik pada Jampidsus menetapkan tiga orang hakim atas nama ED, HH, dan M, serta pengacara LR sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Rabu lalu.
Qohar menyebutkan bahwa penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik menemukan adanya dugaan kuat tindak pidana korupsi. Para tersangka juga langsung ditahan.
Setelah pengembangan, Kejagung juga menangkap Zarof Ricar, seorang pensiunan pejabat tinggi Mahkamah Agung, yang diduga terlibat dalam permufakatan untuk memberi suap kepada tiga hakim guna pembebasan Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Para hakim sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat (2) Juncto Pasal 6 Ayat (2) Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) Juncto Pasal 6 Ayat (1) Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.(*)