Mantan Kepala PPATK: Kerabat Pelaku Korupsi yang Menikmati Hasil Kejahatan Dapat Dikenakan Tindak Pidana
Mantan Kepala Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, menyatakan bahwa kerabat, istri, atau keluarga yang dengan sadar dan mengetahui turut menikmati kekayaan hasil tindak pidana korupsi dapat dijerat pidana sebagai pelaku pasif.
Keterangan ini disampaikan oleh Yunus saat dihadirkan sebagai ahli dalam perkara dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah yang menjerat suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan kawan-kawan.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mengulas berbagai modus para pelaku pencucian uang, termasuk bagaimana pelaku TPPU menjadikan kerabat atau istri sebagai cara untuk menyamarkan hasil kejahatan atau menjadikannya pelaku pasif.
"Pertanyaan adalah kapan kerabat ini kemudian menjadi modus digunakan sebagai modus untuk menyembunyikan harta kekayaan? Kapan kemudian kerabat itu bisa ditarik sebetulnya kerabat itu bisa menjadi pelaku tindak pidana?" tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (31/10/2024).
Yunus menjelaskan bahwa kerabat pelaku kejahatan, seperti korupsi, sering dimanfaatkan untuk pencucian uang. Banyak dari mereka terjerat Pasal 5 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Pasal tersebut menyatakan bahwa orang yang menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil tindak pidana bisa dijerat dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Yunus menambahkan bahwa orang yang menerima harta hasil kejahatan, seperti korupsi, dan menguasainya terkadang tidak memiliki niat untuk menyembunyikan atau menyamarkan. Namun, mereka tetap dapat dikenakan jerat pidana sesuai Pasal 5 Undang-Undang tersebut.
Sebagai contoh, suami siri Malinda Dee, pelaku penggelapan dana nasabah Citibank, Andhika Gumilang, ditetapkan sebagai pelaku pasif pencucian uang. "Kasus Andika Gumilang, dapat mobil, dapat apartemen, dapat duit. Enggak ada dia menyembunyikan menyamarkan. Dia menikmati hasil kejahatan sendiri," tutur Yunus.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun. Eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dan kawan-kawannya didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan Helena Lim.
Perkara ini juga menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, yang diduga menjadi perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT). Harvey dituduh mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam hal ini, Harvey diduga menghubungi Mochtar untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.(*)