Pentagon dan NATO Konfirmasi Kehadiran Pasukan Korea Utara di Rusia untuk Berlatih dan Bertempur di Ukraina
Pentagon dan NATO mengonfirmasi kehadiran ribuan pasukan Korea Utara di Rusia untuk berlatih dan bertempur di Ukraina dalam beberapa pekan mendatang.
Pengiriman tentara ini dinilai oleh para pemimpin Barat akan memperkuat konflik yang hampir mencapai tahun ketiga serta mengganggu stabilitas kawasan Indo-Pasifik. Beberapa prajurit Korea Utara dilaporkan sudah berada dekat dengan perbatasan Ukraina, dan diperkirakan menuju ke wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Rusia berjuang mengatasi serangan balik Ukraina.
Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengonfirmasi laporan intelijen Ukraina yang menyebutkan bahwa sebagian unit militer Korea Utara sudah berada di wilayah Kursk. Penambahan ribuan tentara Korea Utara ini akan menambah tekanan bagi angkatan bersenjata Ukraina yang sudah kelelahan, serta meningkatkan ketegangan geopolitik di Semenanjung Korea dan kawasan Indo-Pasifik, termasuk Jepang dan Australia.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah lama berusaha membentuk dinamika kekuatan global baru, termasuk melalui KTT BRICS bersama para pemimpin China dan India. Selain itu, Rusia juga telah meminta bantuan langsung dari Iran dan Korea Utara; Iran telah mengirimkan drone, sedangkan Korea Utara dilaporkan telah menyediakan banyak amunisi.
Rutte menggambarkan kehadiran tentara Korea Utara sebagai "eskalasi yang signifikan" dan "perluasan berbahaya dalam perang Rusia."
Rutte mengungkapkan kekhawatirannya di hadapan delegasi tinggi Korea Selatan dan perwakilan NATO di markas NATO di Brussel. Para pejabat Eropa yang hadir dalam pertemuan itu menyebut bahwa tidak ada bukti keberadaan tentara Korea Utara di Kursk.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, mengutip laporan intelijen, menyebutkan bahwa pasukan Korea Utara kemungkinan akan berada di medan perang dalam beberapa hari.
Partisipasi Korea Utara dalam konflik ini telah meningkatkan kekhawatiran internasional, dengan para sekutu NATO mempertimbangkan untuk mencabut pembatasan yang mencegah Ukraina menggunakan senjata Barat untuk serangan jarak jauh di wilayah Rusia.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menuturkan bahwa keterlibatan Korea Utara di Ukraina "sangat berbahaya."
Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dijadwalkan bertemu dengan rekan-rekan mereka dari Korea Selatan di Washington untuk membahas situasi ini lebih lanjut.
Pentagon juga menyatakan bahwa tidak ada pembatasan dalam penggunaan senjata yang disediakan AS terhadap pasukan Korea Utara.
Juru bicara Pentagon, Sabrina Singh, mengatakan pasukan Korea Utara telah terlihat mendekat ke perbatasan Ukraina.
"Jika kita melihat pasukan DPRK bergerak ke garis depan, mereka adalah pihak yang berperang bersama," kata Singh, menggunakan akronim untuk Republik Rakyat Demokratik Korea, atau Korea Utara.
"Ini adalah perhitungan yang harus dilakukan Korea Utara," tuturnya, dilansir Associated Press, Selasa (29/10/2024).
Respons Rusia
Menanggapi situasi ini, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menanggapi santai pernyataan Rutte, dan menekankan bahwa Moskow dan Pyongyang telah menandatangani pakta keamanan bersama pada bulan Juni lalu.
Namun, Lavrov tidak secara langsung mengonfirmasi keberadaan tentara Korea Utara di Rusia, dengan menyebutkan bahwa instruktur militer Barat juga telah lama dikirim secara diam-diam ke Ukraina untuk melatih penggunaan senjata jarak jauh yang diberikan oleh mitra Barat.
Sementara itu, Ukraina yang berada di bawah tekanan berat di wilayah Donetsk, khawatir dengan perubahan kebijakan Amerika Serikat setelah pemilihan presiden pekan depan.
Kemenangan Donald Trump dikhawatirkan dapat mengurangi bantuan militer AS ke Ukraina.
Di Moskow, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan bahwa pasukan mereka telah merebut desa Tsukuryne di Donetsk dalam serangan yang berjalan lambat.(*)