Pengadilaan Tata Usaha Negara (PTUN) menunda pembacaan putusan terkait gugatan yang disampaikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terhadap pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden terpilih.
Penundaan sidang dilakukan hingga 24 Oktober 2024 mendatang, atau setelah pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih.
Hal tersebut tentunya menjadi sorotan. Tak sedikit yang memperdebatkan dampak hukum dan politik yang mungkin terjadi jika gugatan tersebut dikabulkan.
Meski pihak PTUN melalui juru bicara Irvan Mawardi menegaskan bahwa penundaan sidang disebabkan alasan kesehatan Ketua Majelis Hakim Joko Setiono.
"Majelis ini tidak terikat dengan agenda apapun di luar persidangan. Ini murni persoalan kemanusiaan bahwa Ketua majelisnya sakit," jelas Irvan, Kamis (10/10/2024).
Ia juga memastikan bahwa penundaan ini tidak terkait dengan jadwal pelantikan presiden dan wakil presiden, serta mengingatkan bahwa pihak yang tidak terima dengan penundaan ini bisa menyampaikan keberatan mereka dalam catatan persidangan.
Sementara di sisi lain, Ketua Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional DPP PDIP, Ronny Talapessy, menerima penundaan ini dengan harapan bahwa majelis hakim tetap berpegang pada prinsip-prinsip hukum yang adil.
"Kami PDI Perjuangan yakin sekali gugatan kami memiliki fakta-fakta hukum yang kuat. Jadi, kalau pun penundaannya sampai dua minggu, tidak ada masalah asal majelis hakimnya tetap independen," ujar Ronny.
Dalam spekulasi mengenai hasil putusan, terdapat dua kemungkinan yang mungkin terjadi: gugatan dikabulkan atau ditolak.
Apabila PTUN mengabulkan gugatan tersebut, maka pencalonan Gibran oleh KPU akan dianggap cacat hukum.
Dampak Politik Signifikan
Tentunya ini berpotensi mempengaruhi statusnya sebagai wakil presiden terpilih. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, memprediksi dampak politik yang signifikan.
"Jika PTUN mengabulkan gugatan ini, pasti akan gaduh, baik secara hukum ataupun politik," ujar Adi, Senin (7/10/2024).
Dengan kata lain, putusan tersebut bisa menggagalkan pelantikan Gibran sebagai wapres, dan memaksa Prabowo mengajukan calon baru ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Namun, pakar hukum tata negara, Herdiansyah Hamzah Castro, memberikan pandangan lain. Menurutnya, jika Gibran mengajukan banding, ia masih bisa dilantik.
"Jika PTUN mengabulkan gugatan PDIP dan Gibran mengajukan banding, maka putra sulung Presiden Joko Widodo itu tetap bisa dilantik sebagai wakil presiden," katanya, baru-baru ini.
Meski demikian, hal ini bisa berdampak pada legitimasi politik Gibran di mata publik.
Namun, bila gugatan PDIP ditolak, maka pelantikan Gibran sebagai wapres tidak akan terganggu secara hukum.
Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay, menilai bahwa sengketa tersebut tidak akan mempengaruhi pelantikan presiden dan wakil presiden, mengingat Mahkamah Konstitusi telah memutuskan hasil Pilpres 2024 secara final.
"Putusan Mahkamah Konstitusi adalah putusan yang final dan mengikat. Jadi, upaya hukum terkait penentuan perolehan suara siapa yang menang, itu tidak bisa dilakukan lagi oleh siapapun,” jelas Hadar (5/10/2024).
Konsekuensi Hukum dan Politik
Apapun hasil putusan PTUN, dampaknya akan terasa tidak hanya di ranah hukum, tetapi juga politik.
Apabila gugatan dikabulkan, legitimasi politik Gibran akan terancam, meskipun secara teknis ia masih bisa dilantik jika mengajukan banding.
"Jika Gibran tetap dilantik, ada semacam legitimasi dari publik yang tidak akan didapatkan oleh Gibran," tambah Castro.
Sebaliknya, apabila gugatan ditolak, kubu pendukung Gibran akan semakin memperkuat narasi bahwa proses pencalonannya sah dan legal.
Namun, kritik terhadap percepatan karir politik Gibran mungkin akan terus muncul di kalangan oposisi.
Adi Prayitno menekankan bahwa prediksi mengenai hasil putusan PTUN sulit dilakukan, mengingat keputusan ini sangat bergantung pada argumen hukum yang dipertimbangkan oleh majelis hakim.
"Para hakim yang memutus gugatan ini tentu harus menjadikan hukum di atas segala-galanya," kata Adi.
Harapan utama publik adalah independensi majelis hakim, sehingga putusan apapun yang diambil tetap berlandaskan prinsip hukum yang kuat dan adil seperti dikutip dari suara
PTUN Tunda Putusan Terkait Gugatan PDI-P soal Keabsahan Gibran Jadi Cawapres
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menunda pembacaan putusan gugatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait keabsahan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres).
“Putusan ditunda sampai dengan tanggal 24 Oktober,” kata anggota tim hukum PDI-P Gayus Lumbuun kepada Kompas.com, Kamis (10/10/2024).
Gayus mengatakan, penundaan sidang dilakukan lantaran ketua majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut sedang dalam kondisi sakit.
“Disebabkan ketua majelis sakit,” ucap dia.
Gugatan yang teregister dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT itu dilayangkan PDI-P karena KPU dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima pencalonan Gibran sebagai cawapres.
PDI-P menilai, KPU melakukan pelanggaran dengan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) yang menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan wakil presiden.
PKPU itu tidak dibahas dengan Komisi II DPR RI sebagaimana ketentuan Undang-Undang tentang Perundang-Undangan. Namun, gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Jakarta ini tidak akan mengubah ketetapan hasil Pemilu 2024.
Namun, Gayus Lumbuun berpandangan, Gibran bisa batal dilantik sebagai Wakil Presiden dari Prabowo Subianto jika gugatan yang mereka ajukan ke PTUN Jakarta dikabulkan.
“Yang bermasalah bagi kami Gibran, bagi kami, ya tidak bisa dilantik. Bahwa KPU memutuskan ini tidak bisa dilantik, orang bermasalah,” kata Gayus ketika ditemui di PTUN Jakarta, 18 Juli 2024 lalu.
Gayus mengatakan, jika penyelenggaraan pemilu tidak sah karena ditemukan cacat hukum, maka putusan MK tidak dapat dieksekusi.
“Risikonya diputuskan menang (pemilu), tapi kan itu non-executable, tidak bisa dieksekusi,” ujar dia.
Mantan hakim agung itu mengingatkan, Undang-Undang Kehakiman menyatakan putusan hakim MA maupun MK tidak bisa dieksekusi jika terdapat cacat hukum.
Dengan demikian, menurut Gayus, pelantikan presiden dan wakil presiden baru hanya diikuti Prabowo Subianto.
“Pak Prabowo tidak cacat. Tidak ada yang salah di Pak Prabowo,” tutur Gayus.
Meski demikian, kata Gayus, MPR yang akan memutuskan apakah orang yang cacat hukum bisa dilantik.
“Bukan personal, tapi lembaga, di mana rakyat bermusyawarah di sana bisakah seseorang diangkat, tapi cacat hukum diputus oleh sebuah lembaga peradilan seperti itu,” ujar Gayus.
Adapun pelantikan Prabowo dan Gibran sebagai presiden dan wakil presiden periode 2024-2029 akan dilaksanakan pada 20 Oktober 2024 mendatang.***