Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi NasDem, Muslim Ayub, mengusulkan agar pemilihan umum (Pemilu) digelar setiap 10 tahun.
Usulan tersebut disampaikan Muslim dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Baleg DPR terkait lanjutan pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada Rabu (30/10).
Rapat tersebut turut dihadiri oleh sejumlah organisasi, antara lain Perludem, Komnas Perempuan, dan PSHK.
Muslim berpendapat bahwa siklus pemilu lima tahunan merupakan waktu yang terlalu singkat.
Menurutnya, untuk maju dalam pemilu, diperlukan modal yang tidak sedikit. Minimal, kata Muslim, untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) membutuhkan biaya di atas Rp20 miliar.
Dengan kurun waktu tersebut, sulit untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Apalagi, meskipun pemilu digelar setiap lima tahun, persiapan pemilu menurutnya harus dilakukan sejak tiga tahun sebelumnya.
"Saya berharap, apa salahnya jika pemilu ini diadakan 10 tahun sekali? Karena untuk 5 tahun ini, pimpinan, kita ini 2025. 2026 itu sudah dekat. 2027 sudah mulai pemilu lagi," kata Muslim dalam rapat.
"Jadi, tidak mungkin ada yang bisa kita kembalikan dengan sistem seperti ini. Mohon maaf, rata-rata kita tidak sedikit menghabiskan uang. Minimal Rp20 miliar ke atas. Tidak ada yang Rp10 miliar," imbuhnya.
Muslim juga menekankan bahwa organisasi pengawal pemilu, seperti Perludem, harus mengetahui kondisi di lapangan.
Ia meyakini, tidak sedikit anggota DPR yang terpilih saat ini masih menyisakan utang.
"Jujur saya sampaikan. Tidak salah kan jika pemilu diadakan 10 tahun sekali? Itu pertama. Ini usulan pribadi, bukan dari NasDem," katanya.
Hal serupa juga disampaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Darori Wonodipuro.
Darori berkelakar bahwa anggota DPR yang hadir dalam rapat tersebut termenung dan memikirkan cara untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan untuk maju mencalonkan diri, termasuk dirinya.
Darori mengatakan bahwa faktanya sekitar 78 persen masyarakat memilih dengan praktik money politic.
Masalahnya, Peraturan KPU juga memberi peluang untuk praktik tersebut dilakukan, meskipun dalam jumlah terbatas.
"Sebenarnya yang duduk di sini adalah anggota DPR yang sambil termenung, ini ke depan dari mana bisa mengembalikan modal. Termasuk saya juga," katanya.
Darori pun berkelakar bahwa jika ada kyai dan maling yang maju dalam pemilu, niscaya maling memiliki peluang lebih besar untuk terpilih dengan sistem pemilu saat ini.
"Karena teman kita sekarang yang duduk di DPR, antara kyai dan maling, kalau mencalonkan diri, pasti yang terpilih adalah maling. Waduh. Memang betul. Kyai itu kan jujur-jujur. Jika maling, sebenarnya hanya mencuri. Ini tolong dipikirkan, apa rekomendasinya," katanya.(*)