Tom Lembong Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Impor Gula, Regulasi Larangan Baru Jadi Sorotan
Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang berkaitan dengan impor gula yang terjadi selama masa jabatannya pada tahun 2015-2016.
Situasi ini menjadi pusat perhatian mengingat peraturan terkait larangan impor gula baru diterbitkan pada tahun 2021.
Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021, terdapat larangan impor untuk beberapa jenis gula, termasuk gula kristal mentah, gula kristal rafinasi, dan gula kristal putih.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar hukum yang digunakan untuk menjerat Lembong, mengingat pada masa jabatannya, tidak ada ketentuan yang melarang impor gula.
Sebagai perbandingan, dalam Permendag Nomor 117 Tahun 2015 yang berlaku saat itu, tidak ada larangan impor gula.
Sebaliknya, kebijakan tersebut hanya membatasi impor gula sesuai dengan ketentuan yang ada.
Dalam Pasal 5 Permendag tersebut, disebutkan bahwa impor gula kristal mentah diperbolehkan bagi perusahaan yang memiliki Angka Pengenal Impor-Permanen (API-P), asalkan mendapatkan persetujuan dari Menteri Perdagangan.
Sejumlah pengamat menilai, keputusan untuk menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus ini sarat dengan kejanggalan dan memunculkan perdebatan.
Terutama berkaitan dengan perubahan regulasi yang terjadi setelah periode jabatannya. Hal ini juga mengundang perhatian publik mengenai apakah tindakan hukum yang diambil sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat itu.
Bahkan, menurut peneliti ISEAS, Made Supriatma, apa yang menimpa Tom Lembong adalah political persecution dalam pengertian yang sangat telanjang.
"Dan kita tidak menyaksikan ini untuk pertama kalinya. Banyak sekali orang-orang dengan kekuatan politik yang berpotensi melawan pemerintahan Jokowi (dan sekarang Prabowo) yang dipersekusi dengan kasus-kasus korupsi," ujarnya, dilansir dari akun Facebooknya, Kamis (31/10/2024).
Sementara itu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyuarakan keprihatinannya terkait penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Said Didu menilai penetapan tersangka tersebut menandakan ada yang tidak beres dalam kebijakan impor gula selama pemerintahan Presiden Jokowi.
"Periksa semua kemungkinan korupsi impor gula," ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid_didu (30/10/2024).
Ia pun mengatakan agar publik mendorong Kejagung untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam praktik impor gula yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
"Berharap semua pihak yang terlibat permainan impor gula diselidiki, bukan tebang pilih," cetusnya.
Menurut catatan Said Didu, selama masa pemerintahan Jokowi, setiap Menteri Perdagangan yang menjabat telah mengeluarkan kebijakan impor gula dalam jumlah besar.
"Selama pemerintahan Jokowi semua Menteri Perdagangan melakukan impor gula," ungkapnya.
Ia mencatat bahwa pada masa jabatan Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016, impor gula mencapai sekitar 5 juta ton.
Kebijakan impor ini terus berlanjut di bawah Enggartiasto Lukita yang menjabat pada 2016-2019, dengan angka impor sekitar 15 juta ton.
Selanjutnya, pada masa Agus Suparmanto antara 2019-2020, impor gula tercatat mencapai sekitar 9,5 juta ton.
Sementara di masa Muhammad Luthfi yang menjabat dari 2020 hingga 2022, kebijakan impor tetap berlanjut dengan total sekitar 13 juta ton.
Terakhir, di bawah Zulkifli Hasan yang menjabat dari 2022 hingga 2024, impor gula meningkat hingga sekitar 18 juta ton.
"Semoga semua impor gula tersebut bisa dibongkar jika ada korupsi dan mafianya," tandasnya.
Total impor gula selama periode tersebut mencapai puluhan juta ton, dan Said Didu mencurigai adanya praktik mafia yang mengendalikan rantai distribusi gula di Indonesia.
"Walaupun Menterinya ganti-ganti, publik paham bahwa mafia impor gulanya tetap sama," sebutnya.
Lebih lanjut, Said Didu menjelaskan bahwa mafia impor gula kemungkinan besar melibatkan pemilik modal besar yang mendanai kegiatan impor tersebut, sedangkan perusahaan importir hanya berperan sebagai peminjam bendera.
Ia berharap pihak berwenang dapat menggali lebih dalam dan menelusuri semua pihak yang terlibat dalam rantai impor gula ini.
"Mafia impor gula sebenarnya adalah pemilik modal yang mendanai impor tersebut, perusahaan importir biasanya hanya sekedar pinjam bendera," kuncinya.(*)