Pakar Hukum Pidana Menilai Pemeriksaan Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula Harus Melibatkan Menteri Perdagangan
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa pemeriksaan kasus dugaan korupsi dalam impor gula harus dilakukan hingga ke tingkat pusat, yaitu Menteri Perdagangan.
Sejak 2012 hingga 2023, posisi tersebut dijabat oleh enam menteri, antara lain Rachmat Gobel, Thomas Lembong, Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, Muhammad Lutfi, dan Zulkifli Hasan.
“Semua pihak yang terkait, termasuk Mendag, harus diperiksa,” ungkapnya kepada media pada Kamis (29/10) dikutip dari Alinea.
Menurutnya, pemeriksaan diperlukan untuk menerangi kasus ini. Bahkan, jika ditemukan alat bukti yang cukup, penetapan status tersangka adalah wajib. “Dan jika cukup bukti, bisa ditetapkan juga sebagai tersangka,” jelasnya.
Kasus impor gula di Indonesia bukanlah hal baru. Berbagai kebijakan impor telah dilakukan oleh enam Menteri Perdagangan sejak era Presiden Joko Widodo dimulai. Kebijakan ini selalu menjadi langkah strategis untuk menjaga ketersediaan gula domestik.
Berikut adalah daftar enam Menteri Perdagangan di era Jokowi yang terlibat dalam impor gula:
- Rachmat Gobel (2014-2015): Rachmat Gobel memulai kebijakan impor dengan jumlah sekitar 3,36 juta ton, yang mayoritas berasal dari Thailand, Australia, dan Brasil.
- Thomas Lembong (2015-2016): Selama masa jabatan Lembong, impor gula tercatat sekitar 4,74 juta ton. Mayoritas gula diimpor dari Thailand, Australia, dan Brasil.
- Enggartiasto Lukita (2016-2019): Pada masa Enggartiasto, impor gula terus meningkat:
- 2016: 4,74 juta ton
- 2017: 4,48 juta ton
- 2018: 5,02 juta ton
- 2019: 4,09 juta ton
- Agus Suparmanto (2019-2020): Di bawah Agus, impor gula meningkat menjadi sekitar 5,53 juta ton dari negara-negara seperti Thailand, Australia, dan Brasil.
- Muhammad Lutfi (2020-2022): Selama dua tahun menjabat, Lutfi mengimpor gula dalam jumlah besar:
- 2021: 5,48 juta ton
- 2022: 6 juta ton
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (Aepi) Khudori meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memeriksa semua kasus impor yang berpotensi merugikan negara, termasuk impor beras, garam, kedelai, dan daging sapi.
Pernyataan ini disampaikan Khudori setelah mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi impor gula periode 2015-2016.
“Agar tidak memunculkan syak wasangka buruk, sebaiknya Kejagung memeriksa semua kasus yang memang potensial merugikan negara,” kata Khudori dalam keterangannya, Rabu (30/10/2024).
Ia menambahkan bahwa dengan cara tersebut, Kejagung akan terbebas dari tuduhan tebang pilih. Oleh karena itu, dia mendukung Kejagung untuk membersihkan semua aparat, pejabat, dan pihak-pihak yang menjadi pencoleng dengan kedok impor.
Khudori juga menuturkan bahwa acakadut dalam impor pangan tidak hanya terjadi pada gula. Menurutnya, hasil pemeriksaan BPK tentang pengelolaan tata niaga impor pangan dari 2015 hingga Semester I/2017 menemukan sebelas kesalahan kebijakan impor pada lima komoditas, yaitu beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.
Sebagai informasi, pada periode tersebut posisi Mendag dijabat oleh Rachmat Gobel, Tom Lembong, dan Enggartiasto Lukita. Jika dikelompokkan, Khudori mengungkap bahwa kesalahan tersebut terbagi menjadi empat kategori besar.
Pertama, impor tidak diputuskan di rapat di Kemenko Perekonomian. Kedua, impor dilakukan tanpa persetujuan kementerian teknis, yaitu Kementerian Pertanian. Ketiga, impor tidak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen. Keempat, pemasukan impor melebihi tenggat yang ditentukan.
“Jadi, acak-adut impor itu tidak hanya terjadi pada gula, tapi juga pada komoditas lainnya. Juga, acakadut impor potensial tidak hanya terjadi pada saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan,” ungkapnya.
Khudori juga meluruskan mengenai peraturan yang dilanggar oleh Tom Lembong. Kejagung menyebut bahwa peraturan yang dilanggar adalah Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 527/2004 tentang Ketentuan Impor Gula.
Menurut Khudori, regulasi ini sebenarnya telah beberapa kali mengalami pergantian. Diantaranya, Peraturan Menteri Perdagangan No. 117/2015 tentang Ketentuan Impor Gula dan terakhir, Permendag No. 14/2020 tentang Ketentuan Impor Gula.
“Meskipun regulasi berubah, substansinya ada yang tak berubah,” ujarnya.
Pertama, pasar gula kristal rafinasi (GKR) dan gula kristal putih (GKP) tetap terpisah. Kedua, impor hanya bisa dilakukan oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir dari otoritas, yakni BUMN produsen gula yang mengantongi Angka Pengenal Impor Produsen.
Ketiga, impor gula kristal mentah (GKM) sebagai bahan baku GKR dan impor GKR oleh perusahaan yang mendapatkan pengakuan sebagai importir hanya bisa digunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi industri.
“Gula dilarang dipindahtangankan atau diperjualbelikan kepada pihak lain. Sementara yang berubah hanya pada detail-detail,” pungkasnya.(*)