Bandung, 30 Oktober 2024- M Rizal Fadillah mengungkapkan bahwa fenomena Fufufafa merupakan kerusakan moral yang diselimuti misteri.
Narasi keji yang tidak beretika, eksploitasi seksual, rasis, vulgar, bahkan sadis yang sebagian besar terarah kepada Prabowo dibiarkan begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa.
Hal ini menunjukkan keadaan yang luar biasa di negeri ini, di mana perilaku yang menginjak-injak sistem nilai dianggap permisif.
Fadillah berpendapat bahwa sosok Prabowo yang sensitif dan galak seolah tidak berdaya dan takut untuk mempermasalahkan Fufufafa.
“Adakah raksasa atau hantu yang membuat gemetar?” tanyanya, menegaskan bahwa Fufufafa adalah kotak pandora yang dijaga agar tidak terbuka.
Dia mempertanyakan apakah mungkin untuk memendam bau bangkai dalam waktu yang lama atau bahkan selamanya.
Para ahli dan publik telah meyakini bahwa akun tersebut milik Gibran Rakabuming Raka.
Fadillah menyatakan bahwa akhlak pemilik akun tersebut sangat rusak.
Ia menggambarkan Gibran sebagai sosok yang labil, tidak mampu berpikir jernih, bahkan menunjukkan gejala psikopat.
“Orang begini tidak boleh berkeliaran bebas, harus dalam perawatan khusus agar cepat sembuh,” tegasnya.
M Rizal Fadillah menegaskan bahwa Fufufafa dengan narasi rendah moral harus dicegah dan diberi sanksi.
Dia menekankan bahwa siapapun yang terlibat, terutama jika dilakukan oleh orang yang sudah direkayasa untuk menjadi Wakil Presiden, harus bertanggung jawab.
“Di negara yang memiliki nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang beradab, Gibran Rakabuming Raka tidak pantas berada di negara Pancasila,” ujarnya.
Fadillah juga mencatat bahwa ketika fokus hinaan utama adalah Presiden, yaitu Prabowo, maka jika narasi hinaan ini dibiarkan, ke depan siapapun dapat menghina Prabowo tanpa konsekuensi.
“Siapapun boleh berdalih bahwa penghinaan Fufufafa saja bebas, kok. Tidak boleh dilarang apalagi ditindak,” katanya.
Fufufafa, menurutnya, menyangkut aspek pribadi dan bangsa.
Dia mengingatkan bahwa tindakan tersebut merupakan preseden buruk bagi siapapun untuk bebas menista Prabowo, dan menyangkut Wakil Presiden yang dinilai tidak layak dijabat Gibran.
“Aturan hukum melarang Presiden atau Wakil Presiden untuk melakukan perbuatan tercela. Mekanisme hukum ketatanegaraan adalah dengan memecat atau memakzulkannya,” jelasnya.
M Rizal Fadillah mendorong DPR untuk segera mengusulkan pemakzulan Gibran, dengan harapan Mahkamah Konstitusi (MK) akan memeriksa alasan tersebut dan memberikan jalan bagi proses lanjutan.
“Bila DPR butuh penguat, dapat saja diawali dengan menggunakan hak penyelidikan (angket) melalui pembentukan Pansus Fufufafa,” tambahnya.
Dari berbagai sisi—baik etika, moral, agama, sosial, politik, maupun hukum—Gibran Rakabuming Raka harus segera diselesaikan.
Fadillah menekankan bahwa ia menjadi perusak dan penjahat negara, dan bahwa dinasti Jokowi tidak boleh dibiarkan merajalela.
“Indonesia bukan negara Kerajaan, di mana sang putera mahkota bisa dipuja-puja meski se-bloon, se-dungu, atau se-gelo apapun,” ungkapnya.
Fadillah juga mencatat bahwa Gibran telah melanggar demokrasi dengan kualifikasi yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu, melanggar Tap MPR VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, serta melanggar UU 11 tahun 2008 tentang ITE.
“Ini 'conditio qua non', ini prioritas bangsa sekaligus tuntutan dari rakyat Indonesia,” tegasnya.
Kini, menurutnya, pilihan hanya dua: mengkritik dan menghina Prabowo habis-habisan, atau segera memakzulkan dan menghukum Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden yang tidak memenuhi syarat dan melakukan perbuatan tercela.
Fadillah mengingatkan agar tidak menjadikan merah putih sebagai simbol dari kabinet yang menghalalkan segala cara dan diisi oleh orang-orang yang bobrok dan penjahat.
“Kabinet bobrok (rotten cabinet) dan kabinet perampok (robber cabinet),” pungkasnya.
*) M Rizal Fadillah adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.