Kasus Dugaan Korupsi Thomas Lembong: Sorotan, Analisis Pakar, dan Tanggapan DPR RI
Publik tengah menyoroti penangkapan mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong terkait kasus dugaan korupsi dalam kebijakan impor gula. Terkait hal ini, sejumlah pakar dan anggota DPR RI mempertanyakan dasar penetapan Lembong sebagai tersangka, yang dianggap memiliki nuansa politik, mengingat keterlibatannya sebagai pendukung Anies Baswedan pada Pemilu 2024 dan kritiknya terhadap pemerintah.
Ahli hukum pidana Abdul Fikar berpendapat bahwa Kejaksaan Agung keliru dalam menentukan status tersangka terhadap Lembong karena kebijakan publik tidak semestinya dikriminalkan. Fikar mengingatkan bahwa suatu kebijakan yang diambil berdasarkan jabatan publik seharusnya tidak menjadi alasan pemidanaan, kecuali ada bukti nyata bahwa kebijakan tersebut diambil untuk keuntungan pribadi.
Di sisi lain, anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, mempertanyakan fokus Kejaksaan Agung terhadap kasus lama, mengingat dugaan tindak pidana terjadi pada 2015, ketika Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan hanya hingga 2016. Rudi menyoroti pentingnya asas kepastian hukum dan penanganan kasus-kasus korupsi terbaru demi mendukung pemerintahan yang efektif di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Menanggapi hal ini, Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan Lembong diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp400 miliar. Berdasarkan penjelasan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Lembong diduga mengabaikan hasil rapat koordinasi antarkementerian yang menyatakan Indonesia mengalami surplus gula pada 2015 dan tidak membutuhkan impor.
Kasus ini terus mendapatkan perhatian publik dan diharapkan mampu memberikan pembelajaran dalam pengelolaan kebijakan publik, penegakan hukum, serta penerapan asas keadilan dalam penanganan dugaan tindak pidana korupsi.(*)