Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar membeberkan peran Tom Lembong dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi impor gula yang terjadi pada tahun 2015-2016.
Abdul Qohar mengungkapkan bahwa Tom Lembong memberikan penugasan kepada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah dengan tujuan stabilisasi harga gula di masyarakat.
"Bahwa TL ini tadi yang pertama adalah telah memberikan penugasan kepada perusahaan untuk mengimpor gula kristal mentah menjadi gula yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih dalam rangka stabilisasi harga gula di masyarakat," kata Abdul dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober 2024.
Namun, kata Abdul, penugasan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang hanya memperbolehkan impor gula kristal putih oleh BUMN.
"Berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL, dilakukan oleh PT AP dan impor GKM tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk mengetahui kebutuhan gula dalam negeri," ungkapnya.
Abdul menegaskan bahwa tidak semua jenis gula diperbolehkan untuk diimpor, dan gula yang seharusnya diimpor adalah gula kristal putih, bukan gula kristal mentah.
Selanjutnya, pada tanggal 28 Desember 2015, dilaksanakan rapat koordinasi bidang perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
Abdul menjelaskan bahwa salah satu bahasan dalam rapat tersebut adalah kekurangan gula kristal putih (GKP) di Indonesia pada tahun 2016, yang diperkirakan mencapai 200.000 ton untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok nasional.
Dalam waktu bersamaan, pada bulan November-Desember 2015, Tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta.
Pertemuan tersebut diadakan di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali untuk membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta yang berlangsung atas sepengetahuan Direktur Utama PT PPI saat itu.
Abdul melanjutkan bahwa pada bulan Januari 2016, Tersangka TTL menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan untuk pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula.
Kerja sama tersebut mencakup pemrosesan 300.000 ton GKM impor menjadi GKP dengan melibatkan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan lainnya, yaitu PT KTM.
Namun, menurut Abdul, seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang berhak melakukan impor hanya BUMN (PT PPI).
Ia menegaskan bahwa dengan persetujuan dan pengetahuan Tersangka TTL, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta.
Abdul menambahkan bahwa persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.
Ia menjelaskan bahwa kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.
Setelah proses impor dan pengolahan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, yang lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 13.000/kg.
Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI memperoleh fee dari kedelapan perusahaan swasta sebesar Rp 105/kg.
Abdul menegaskan bahwa kerugian negara akibat perbuatan tersebut diperkirakan mencapai Rp 400 miliar, yang seharusnya menjadi keuntungan negara atau milik BUMN (PT PPI).(*)