Tersisa 10 hari lagi Presiden Jokowi akan menyelesaikan jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia. Dia akan digantikan Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Sejumlah pengamat politik menyampaikan pandangan pribadinya tentang sosok ayah kandung Gibran ini. Salah satunya datang dari Eep Saifullah Fatah.
Melalui akun pribadinya di X, @EepSFatah, dia mengkritik 10 tahun kekuasaan Jokowi yang diawali dengan pencitraan dengan pakaian sederhana tetapi justru berutang paling banyak dibanding para presiden sebelumnya.
"Yang bisa diambil hikmahnya kekuasaan 10 tahun ini adalah baju 200ribu, sepatu 150ribu, tanpa jam tangan, tapi hutang 8.000 Triliun," tulis Eep, dikutip Rabu (9/10/2024).
Eep juga menyinggung terkait hasrat kekuasaannya yang disebut sudah melebih batas.
"Tampilan sederhana, wajah begitu lugu, tapi hasrat kekuasaan melampaui akal sehat, sudah benar pulang tidur, jangan dibangunin :)," tutup Eep.
Warganet pun ramai mengomentari cuitan tersebut. Lebih dari 53 ribu pengguna X telah membaca cuitan itu.
"Jangan Boleh tidur dulu, enak bener. Suruh tanggung - jawab dulu hutang2nya dan semua kerusakan yg dia bikin. WAJIB itu," cuap warganet.
"Ternyata wajah ndeso itu daya rusaknya lebih dasyat," balas lainnya.
"Semoga sifatnya tdk menular kepada penggantinya. Mudah²an juga setelah pelantikan nanti Pak Prabowo tidak menghiraukan lagi segala bentuk cawe-cawenya…," harap warganet lainnya seperti dikutip dari fajar
Pernyataan ini mengundang perhatian luas, terutama karena nepotisme dianggap sebagai ancaman serius terhadap demokrasi.
Eep Saefullah menjelaskan bahwa nepotisme merupakan penyakit lama di Indonesia, yang berkembang pesat pada masa Orde Baru.
"Nepotisme sudah ada sejak lama. Di era Orde Baru, dari akhir tahun 60-an sampai akhir 90-an, Indonesia dikuasai oleh Presiden Soeharto yang memprioritaskan anak-anaknya dalam banyak aspek politik dan bisnis," ujarnya.
Namun, yang menjadi sorotan utama Eep adalah praktik nepotisme di era reformasi. Menurutnya, Presiden Jokowi telah menjadi contoh teladan nepotisme dalam waktu yang sangat singkat.
"Presiden Jokowi telah menjadi bapak nepotisme karena praktik-praktik nepotisme dilakukan dengan terang-terangan. Banyak orang telah melawan dan mengkritiknya," tegas Eep.
Eep menekankan pula bahwa nepotisme bukan hanya terjadi di tingkat presiden. "Ketika seseorang memimpin partai atau memegang jabatan tertentu, kecenderungan nepotisme selalu mengancam. Nepotisme adalah hantu yang berkeliaran di pojok ruangan," katanya.
Lebih lanjut, Eep menjelaskan bahwa nepotisme bisa menjadi awal dari praktik oligarki, di mana kekuasaan dikendalikan oleh segelintir orang.
"Praktik oligarki adalah kekuasaan yang dikuasai oleh sedikit orang, kadang hanya satu, yang bisa menentukan segalanya," tambahnya.
Menurut Eep, praktik oligarki dan nepotisme adalah ancaman serius bagi demokrasi. "Jika dibiarkan, demokrasi kita akan jatuh ke tangan tiran yang hanya membangun dinasti demi dinasti. Mereka akan melayani kepentingan sempit, sementara kepentingan seluruh warga akan terabaikan," ujarnya.
Eep mengajak seluruh masyarakat untuk melawan praktik-praktik nepotisme dan oligarki demi masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
"Mari kita lawan ini bersama-sama agar demokrasi kita tetap kuat dan tidak jatuh ke tangan tiran," ajaknya.
Pernyataan Eep Saefullah ini menambah deretan kritik terhadap Presiden Jokowi, yang sebelumnya juga dituding melakukan praktik nepotisme dalam pemerintahan.
“Saya mengatakan ini kurang lebih cuman menggaris bawahi sekaligus menebalkan saja apa yang selama ini menjadi catatan dan kritik,” tegas Eep Saefullah.***