Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di SDN 04 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mendapatkan perhatian publik yang luas. Supriyani dituduh melakukan penganiayaan terhadap salah satu siswanya, anak dari Aipda Wibowo Hasyim. Namun, hasil visum menunjukkan fakta yang berbeda dari tuduhan tersebut.
Menurut informasi terbaru, anak polisi tersebut mengakui bahwa luka yang dialaminya disebabkan oleh jatuh di sawah, bukan akibat pukulan Supriyani. Pernyataan ini mengundang keprihatinan, mengingat kasus ini sebelumnya telah berujung pada vonis bersalah dan penahanan Supriyani.
Ketua PGRI Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo, menyatakan bahwa hasil visum menunjukkan luka pada korban disebabkan oleh benturan dengan benda tajam, bukan akibat pukulan. “Hasil visum yang merah-merah itu adalah benturan benda tajam,” kata Abdul Halim. Dia juga menambahkan bahwa anak tersebut telah mengakui bahwa luka itu diperoleh setelah jatuh di sawah. “Memang diakui anak itu dia jatuh di sawah, tapi isu kasusnya dialihkan seakan guru ini kriminalisasi, ada kesan pemerasan,” tambahnya.
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, juga menyoroti kejanggalan dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Ia menjelaskan bahwa luka yang dialami korban berupa kulit melepuh, bukan luka akibat pukulan sapu. "Korban dipukul menggunakan sapu sebanyak satu kali, saat dicocokkan dengan bekas luka, rasanya janggal sekali," ungkapnya.
Lebih lanjut, Andri menyoroti ketidaksesuaian informasi mengenai waktu dan tempat kejadian. Supriyani merupakan wali kelas 1A, sedangkan korban adalah siswa kelas 1B. Dalam dakwaan disebutkan bahwa Supriyani memukul korban pada pukul 10.00 Wita, namun berdasarkan keterangan wali kelas 1B, siswa di kelas tersebut telah pulang pada jam tersebut.
Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol Susno Duadji, turut memberikan tanggapannya mengenai kasus ini. Ia menyampaikan keprihatinan atas proses hukum yang menimpa Supriyani dan menyatakan bahwa banyak kejanggalan serta kemungkinan adanya rekayasa dalam kasus tersebut. "Saya sangat prihatin dan sedih. Kasus ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman hukum," ujarnya.
Susno juga menjelaskan bahwa berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung dan Peraturan Pemerintah tahun 2004, tindakan guru dalam mendidik murid seharusnya tidak dapat dipidana. “Guru itu harusnya bebas karena sudah dilindungi oleh yurisprudensi bahwa tindakan seperti itu bukanlah tindak pidana,” tambahnya.
Ia mengingatkan bahwa proses hukum harus didasarkan pada kebenaran materiil, bukan hanya berkas administrasi. Susno juga mengimbau agar aparat penegak hukum yang menangani kasus ini memahami undang-undang yang melindungi guru dari tuntutan hukum.
Kasus ini semakin rumit karena Supriyani mengajar di kelas 1B sementara korban berasal dari kelas 1A. Luka yang dialami korban, berinisial RD, juga tidak cocok dengan alat pemukul yang dituduhkan, yaitu gagang sapu. Susno menduga bahwa luka tersebut mungkin terjadi di luar lingkungan sekolah. "Saya khawatir itu terjadi di luar sekolah. Apakah dia berkelahi, jatuh, atau mungkin di rumahnya," katanya.
Dalam konteks ini, banyak pihak berharap agar kasus ini ditangani dengan adil dan objektif, sehingga kebenaran dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan bagi semua pihak yang terlibat.***