Geisz Chalifah Menanggapi Penetapan Tersangka Tom Lembong: "Ini adalah Harga yang Harus Dibayar atas Pemberontakan terhadap Kekuasaan"
Bekas Juru Bicara Anies Baswedan, Geisz Chalifah, memberikan respons terkait penetapan tersangka rekannya, Tom Lembong, oleh Kejaksaan Agung dalam kasus impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.
Geisz menyatakan bahwa Tom Lembong tidak akan berani melawan Presiden Joko Widodo jika memang terbukti melakukan korupsi.
"Dia enggak mungkin berani lawan Jokowi kalau dia benar korupsi. Inilah harga yang harus dibayar Tom Lembong ketika dia melawan kekuasaan," ujar Geisz melalui akun X miliknya pada Rabu (30/10/2024).
Geisz juga mengungkapkan keraguannya mengenai proses hukum yang menjerat Tom Lembong, mempertanyakan siapa saja yang telah diperiksa dan ditangkap dalam kasus tersebut.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung secara resmi menetapkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang lebih dikenal sebagai Tom Lembong, sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi yang terkait dengan kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Tom Lembong ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk 20 hari pertama.
Pantauan Tribunnews.com, Tom Lembong terlihat meninggalkan Gedung Kejagung dengan menggunakan mobil tahanan pada pukul 20.58 WIB. Ia mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan rompi pink tahanan kejaksaan.
Ketika ditanya oleh awak media mengenai perkara korupsi yang membelitnya, Tom Lembong hanya tersenyum dan menyatakan, "Saya menyerahkan ke Tuhan Yang Mahakuasa," sebelum masuk ke mobil tahanan.
Konstruksi Perkara
Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan mantan Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS sebagai tersangka dalam kasus ini.
Kejagung menyebut bahwa tindakan Tom Lembong dan CS merugikan keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 400 miliar.
"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/10/2024) malam.
Abdul Qohar menjelaskan bahwa Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada tahun 2015, padahal pada waktu itu Indonesia sedang surplus gula dan tidak memerlukan impor.
"Akan tetapi, di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, Menteri Perdagangan, yaitu Saudara TTL (Thomas Trikasih Lembong), memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.
Lebih lanjut, Abdul Qohar menyatakan bahwa impor gula yang dilakukan oleh PT AP tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian yang diperlukan untuk mengetahui kebutuhan riil.
Dia menambahkan bahwa perusahaan yang seharusnya dapat mengimpor gula adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula, dan PT PPI seolah membeli gula tersebut.
Delapan perusahaan itu kemudian menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram, yang lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan tersebut.
"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih, PT PPI dapat fee dari delapan perusahaan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.(*)