.jpg)
Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, menegaskan bahwa tindakan BEM FISIP Unair memasang karangan bunga satir bagi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, serta mantan Presiden Jokowi, tidak melanggar etika akademik.
Menurut Airlangga, sebagai pejabat publik, seorang presiden tidak ditempatkan sebagai persona, melainkan sebagai subjek politik yang diberi tanggung jawab oleh rakyat untuk melayani kepentingan publik sesuai ketentuan konstitusi. Jika seorang pejabat publik melanggar kewajiban tersebut, bahkan mengabaikan konstitusi, menurutnya, tindakan tersebut bisa disamakan dengan perilaku "bajingan."
"Tindakan BEM FISIP Unair ini merupakan bentuk ekspresi akademik, menggunakan nalar dan logika yang berlandaskan etika akademik, untuk menyoroti tindakan yang dianggap melanggar etika politik," ujar Airlangga, Senin (28/10/2024).
Airlangga juga menjelaskan bahwa seorang "bajingan" bukanlah seseorang yang berbicara kasar, tetapi seseorang yang tindakan dan sikapnya mencerminkan perilaku tersebut. Tugas seorang intelektual adalah menggunakan pemikiran kritis untuk mengungkapkan dan menjelaskan kategori tindakan tersebut.
Namun, pemasangan karangan bunga oleh BEM FISIP Unair berujung pada pembekuan organisasi tersebut. Dekan FISIP Unair, Bagong Suryanto, menyebutkan bahwa narasi yang digunakan dalam karangan bunga tersebut dinilai tidak sesuai dengan etika dan kultur akademik.
Dalam forum klarifikasi pada 25 Oktober 2024, BEM FISIP Unair menjelaskan bahwa tidak ada pihak luar yang terlibat dalam pembuatan karangan bunga itu. Namun, pada hari yang sama, pihak Dekanat mengirimkan surat yang mengumumkan pembekuan BEM FISIP Unair, dengan alasan bahwa karangan bunga tersebut dipasang tanpa izin dan menggunakan narasi yang tidak sesuai dengan etika kampus.***
