Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Aturan Kolom Agama di KTP dan KK Digugat ke MK, Ingin Ada Pilihan Tidak Beragama

Aturan Kolom Agama di KTP dan KK Digugat ke MK, Ingin Ada Pilihan Tidak Beragama

JAKARTA - Dua pria bernama Raymond Kamil dan Indra Syahputra, mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Keduanya meminta agar kolom agama dapat diisi dengan keterangan 'tidak beragama' bagi mereka yang tidak menganut agama apapun.

Sidang pendahuluan permohonan Perkara Nomor 146/PUU-XXII/2024 itu telah digelar di Gedung MK, Jakarta, pada Senin (21/10/2024). Pendamping hukum para pemohon, Teguh Sugiharto, menyatakan bahwa warga yang tidak memeluk salah satu dari tujuh agama resmi yang diakui oleh negara seringkali dipaksa untuk memilih agama yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka.

“Pada kenyataannya (warga) yang tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani,” kata Teguh.

Teguh mengatakan, para pemohon tidak menganut agama atau kepercayaan apapun, termasuk agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Sehingga, mereka merasa dirugikan secara konstitusional karena dipaksa mengisi kolom agama di KK dan KTP dengan yang kepercayaan yang tidak mereka yakini.

“Padahal dirinya ingin diinput tidak beragama,” ujarnya.

Para Pemohon menyebut telah mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan 'tidak beragama'.

Menurut Para Pemohon, ketentuan yang diuji mewajibkannya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Para Pemohon mengatakan isian kolom agama tidak bersifat isian terbuka melainkan pilihan tertutup yang memaksa.

Selain itu, Raymond juga mengaku mendapat penolakan untuk tidak mengikuti pendidikan agama dari petugas dinas pendidikan.

Raymond juga berkeinginan untuk menikah kembali, tetapi dirinya tidak mungkin memenuhi hak konstitusional dimaksud kecuali melakukan kebohongan mengaku sebagai penganut agama tertentu yang diakui.

Karena itu, selain UU Adminduk, para Pemohon juga mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 12 ayat (1) huruf a dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Pasal 302 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam petitumnya, pada pokoknya para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai secara positif dan negatif yaitu setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan bebas untuk tidak memeluk agama dan kepercayaan serta kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti pendidikan agama.

Adapun, perkara ini disidangkan Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arsul Sani didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Menurut Enny, posita permohonan menjadi ruang Pemohon untuk meyakinkan sembilan hakim konstitusi agar mengabulkan permohonan.

Enny mengatakan, UUD menegaskan Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa termasuk putusan MK yang diawali dengan kalimat demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, para Pemohon belum dapat menguraikan pertentangan norma yang diuji untuk meyakinkan para hakim konstitusi mengenai konstitusionalitas tidak beragama tersebut.

“Silakan Saudara bangun argumentasi pertentangannya itu karena di sini saya buka-buka yang memang tidak tampak apa yang dimaksud di sini, kecuali Saudara mengatakan berkali-kali diulangi di sini bahwa ini harus dimaknai tidak beragama,” kata Enny.

Sementara itu, Hakim konstitusi Arsul mengingatkan para Pemohon memiliki waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan permohonan paling lambat diterima Mahkamah pada 4 November 2024 seperti dikutip dari okezone

Raymond Kamil & Indra Syahputra Ajukan Uji Materi Pasal 61 dan 64 UU Adminduk terkait Kolom Agama

Raymond Kamil dan Indra Syahputra mengajukan uji materi terhadap Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk).

Pasal itu mengatur biodata penduduk dalam Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) terkait pencantuman keterangan agama atau kepercayaan.

Mereka berdua meminta agar kolom agama tersebut dapat diisi dengan 'tidak beragama'.

"Realitanya, mereka yang tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan agama resmi di Indonesia, dipaksa untuk berbohong atau tidak dilayani," ujar Teguh Sugiharto, pendamping hukum pemohon, dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 146/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (21/10/2024).

Para pemohon menyatakan tidak memeluk agama atau kepercayaan yang diakui oleh negara.

Mereka merasa hak konstitusionalnya dilanggar karena dipaksa untuk mengisi kolom agama di KTP dan KK dengan memilih salah satu agama resmi, meskipun mereka tidak memeluk agama apapun.

Pemohon juga mengaku mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak mencantumkan 'tidak beragama' di kolom agama.

Mereka menilai aturan tersebut memaksa seseorang untuk memeluk agama tertentu dan membatasi kebebasan mereka dalam memilih atau tidak memilih agama.

Selain itu, Raymond juga mengungkapkan ihwal dirinya ditolak untuk mengikuti pendidikan agama oleh petugas Dinas Pendidikan.

Raymond yang ingin menikah lagi mengaku terhambat memenuhi haknya kecuali ia bersedia berpura-pura mengaku menganut agama tertentu.

Sebagai tambahan, para pemohon juga mengajukan uji materi terhadap beberapa pasal di sejumlah undang-undang, termasuk UU Hak Asasi Manusia, UU Perkawinan, UU Sistem Pendidikan Nasional, dan KUHP.

Dalam petitumnya, mereka meminta Mahkamah menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum jika tidak diinterpretasikan bahwa setiap orang bebas memeluk atau tidak memeluk agama serta bebas untuk mengikuti atau tidak mengikuti pendidikan agama.***

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved