Pakar telematika, KRMT Roy Suryo menanggapi dugaan bocornya jutaan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), termasuk milik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah menteri.
Informasi mengenai kebocoran data NPWP didengungkan oleh Pendiri Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto melalui akun X miliknya.
"Sebanyak 6 juta data NPWP diperjualbelikan dengan harga sekitar 150 juta rupiah," tulis akun Teguh, @secgron.
Ia membagikan tangkapan layar forum jual beli data hasil peretasan, akun anonim tersebut bernama Bjorka.
Terdapat daftar berisi 25 nama teratas yang terdapat di dalam 10 ribu sampel yang ada, seperti Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, Budi Arie Setiadi, Sri Mulyani, hingga Erick Thohir.
"Terjadi lagi-lagi kebocoran data pribadi masyarakat seperti yang sudah berulang kali terjadi di rezim ini," ungkap Roy Suryo, Kamis (19/9/2024).
Data tersebut diduga merupakan milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
"Data yang bocor tersebut dilaporkan berisi informasi pribadi seperti nama, NIK, NPWP, alamat rumah, alamat e-mail, nomor telepon, dan tanggal lahir yang sangat detail."
"Hal ini selain menunjukkan bahwa sistem sekuriti DJP berbahaya untuk masyarakat, juga berarti kerja Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) selalu advisor dan supervisor keamanannya, apalagi Kemkominfo sangat buruk dalam menjalankan tupoksi kerjanya," ungkap Roy Suryo.
Ia khawatir, data-data yang memuat nama, nomor HP, hingga NIK disalahgunakan untuk hal-hal seperti pinjaman online (pinjol) maupun judi online (judol).
"Bisa dibayangkan kalau data-data Presiden di DJP saja bisa bocor, apalagi data-data milik masyarakat biasa."
"Efek negatif yang terjadi adalah akan banyak nanti rakyat yang terjarat pinjol bahkan judol karena mereka bisa didaftarkan secara illegal, sangat berbahaya sekali," ungkapnya.
Respons Jokowi
Sementara itu, Presiden Jokowi sudah buka suara terkait penyebab dugaan bocornya enam juta data NIK dan NPWP.
"Saya sudah perintahkan Kominfo maupun Kementerian Keuangan untuk memitigasi secepatnya."
"Termasuk BSSN untuk mitigasi secepatnya," kata Jokowi, Kamis (19/9/2024).
Lebih lanjut Jokowi menegaskan, kebocoran data ini nyatanya tak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi juga di negara lain.
Menurut Jokowi, kebocoran data ini bisa terjadi karena keteledoran password, atau bisa juga karena penyimpanan data yang sudah penuh.
Sehingga bisa membuka ruang untuk para hacker melakukan peretasan.
"Semua data mungkin karena keteledoran password atau karena penyimpanan data yang terlalu banyak."
"Tempatkan yang berbeda bisa menjadi ruang untuk ruang diretas hacker," ungkap Jokowi.
Sebelumnya, DJP juga telah memberi pernyataan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, pihaknya masih belum dapat mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut lantaran masih dilakukan pendalaman.
"Terkait dengan informasi kebocoran data yang beredar, saat ini tim teknis DJP sedang melakukan pendalaman," ujarnya, Rabu (18/9/2024) seperti dikutip dari tribunnews
Kebocoran Data yang Terus Berulang
Serangkaian insiden kebocoran data yang melibatkan pejabat tinggi negara seperti Budi Arie dan data NPWP jutaan orang semakin memperlihatkan lemahnya keamanan siber di Indonesia.
Meskipun belum ada kerugian finansial yang dilaporkan, kebocoran data pribadi pejabat negara jelas mencoreng reputasi Indonesia di mata dunia.
Pakar keamanan siber menilai bahwa serangan yang terus berulang ini menunjukkan minimnya perhatian serius pemerintah terhadap keamanan data.
Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, sebelumnya telah menyoroti bahwa kelemahan sistem keamanan siber di Indonesia bukan hanya pada teknologi yang digunakan, melainkan juga pada kurangnya pelatihan dan edukasi bagi sumber daya manusia yang memiliki akses terhadap sistem-sistem kritis.
"Selama tidak ada perbaikan dalam tata kelola dan pelatihan keamanan siber, serangan seperti ini akan terus terjadi," ujar Pratama Persadha.
"Kebocoran data yang terus-menerus ini harusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera memperkuat sistem keamanan mereka."
Tanggapan Pemerintah
Hingga saat ini, Budi Arie belum memberikan pernyataan resmi terkait kebocoran data pribadinya dan ancaman yang dilontarkan oleh Anonymous & AnonGhost Indonesia.
Namun, serangan ini tentunya menambah tekanan terhadap Menkominfo, yang berada di garis depan dalam mengatasi isu-isu terkait keamanan siber dan data pribadi di Indonesia.
Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah kebocoran data ini.
Mengingat skala dan dampaknya, penanganan serius dari berbagai lembaga terkait sangat diperlukan untuk memperbaiki sistem keamanan data negara dan mencegah insiden serupa di masa mendatang.
Serangan terhadap Budi Arie terjadi tidak lama setelah bocornya 6 juta data NPWP yang dijual di dark web.
Data yang bocor tersebut mencakup NIK, NPWP, alamat, nomor telepon, hingga informasi sensitif lainnya.
Bjorka, hacker yang terkenal sejak 2022, dikaitkan dengan kebocoran ini, meskipun belum ada bukti konkret yang mengonfirmasi keterlibatannya secara langsung dalam serangan terbaru ini.***