Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

PDIP Sebut Gugatan Kader ke Megawati Orderan, Jaringan Sama dengan Penggugat Demokrat

 

Politisi PDIP, Muhammad Guntur Romli buka suara terkait gugatan terhadap Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri oleh kadernya sendiri di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Terkait hal ini, Guntur Romli menilai gugatan yang dilayangkan terhadap Megawati adalah orderan.

Hal tersebut, katanya, diketahui dari investigasi yang dilakukan oleh internal partai.

Dia juga meragukan bahwa penggugat adalah kader PDIP lantaran dinilai olehnya tidak memahami AD/ART partai.

"(Gugatan ke Megawati) Upaya untuk mengganggu PDI Perjuangan. Kami telah melakukan investigasi, ada yang mengorder. Ada saatnya kami ungkap."

"Kalau benar itu kader tapi bisa diragukan karena tidak mengerti AD/ART partai," katanya kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2024).

Kepada Tribunnews.com, Guntur Romli lantas mengirimkan file AD/ART partai via pesan singkat WhatsApp terkait hak prerogatif Ketua Umum PDIP.

Dalam AD/ART itu, Guntur berfokus kepada Pasal 15 poin b, d, dan g yang berbunyi:

Pasal 15

b. mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai;

d. menentukan pelaksanaan Kongres Partai;

g. mengganti personalia DPP Partai.

Lalu ketika ditanya apakah gugatan semacam ini memiliki modus yang sama dengan yang dialami Partai Demokrat sebelumnya, Guntur Romli mengamini.

Dia mengatakan penggugat Megawati memiliki kesamaan jaringan dengan penggugat Partai Demokrat.

"Jaringannya sama," ujarnya singkat.

Guntur Romli pun meyakini gugatan yang dilayangkan kader PDIP ke Megawati akan ditolak oleh PTUN.

"Kalau pertimbangannya adalah AD/ART pastinya ditolak. Kecuali penguasa ingin mengacak-acak PDI Perjuangan," pungkasnya.

Isi Gugatan Kader

Sebagai informasi, gugatan terhadap Megawati berkaitan dengan perpanjangan struktur kepengurusan DPP PDIP yang diperpanjang hingga 2025.

Dinukil dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (9/9/2024), laporan didaftarkan pada hari ini dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT.

Para penggugat terdiri dari lima orang, yaitu Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko.

Ada empat poin gugatan yang dimohonkan lima orang tersebut untuk Kemenkumham.

Berikut objek gugatan yang dimaksud:

  1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;
  2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
  3. Mewajibkan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
  4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.

Tim advokasi dari para penggugat, Victor W. Nadapdap, menjelaskan bahwa gugatan diajukan lantaran hal tersebut diduga bertentangan dengan AD/ART PDIP.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019–2024," kata Victor dalam keterangannya.

Jika Kemenkumham RI mengesahkan SK No. M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada acara pembacaan sumpah kader PDIP pada Jumat 5 Juli 2024 membolehkan susunan pengurus DPP PDIP masa baktinya diperpanjang hingga tahun 2025, lanjut Victor, hal tersebut sama saja bertentangan dengan Pasal 17 terkait dengan struktur dan komposisi DPP dimana hal tersebut mengatur masa bakti DPP selama lima tahun.

"Berdasarkan Pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama lima tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," kata Victor.

Victor juga menambahkan bahwa seharusnya berdasarkan Pasal 70 AD/ART yang dimiliki oleh PDIP menetapkan bahwa kongres partai dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan memiliki wewenang untuk mengubah dan menyempurnakan serta menetapkan AD/ART partai.

Dengan mengikuti aturan tersebut, papar Victor, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres.

"Hal ini tentunya sejalan dengan Pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, Puan Maharani dalam sambutannya pada penutupan Rakernas PDI Perjuangan ke-V di Jakarta menyatakan bahwa Megawati telah memperpanjang masa bakti DPP PDIP menjadi hingga tahun 2025 tanpa melalui kongres sebagai hak prerogatif ketua umum partai.

Sementara dalam AD/ART PDIPtidak disebutkan adanya hak prerogatif ketua umum untuk mengubah AD/ART, dimana masa bakti 2019–2024 telah diatur selama lima tahun dalam AD/ART partai.

Sejauh pengetahuan Victor, hak prerogatif ketua umum PDI Perjuangan hanya sebatas mempertahankan empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai jika terjadi sesuatu pada partai dalam hal kegentingan yang memaksa seperti dikutip dari tribunnews

Djufri dkk Gugat Megawati, Nasib Cakada dari PDIP di Ujung Tanduk

Djufri dan kawan-kawan melalui kuasa hukumnya, Anggiat Manalu menggugat kepemimpinan Megawati Soekarnoputri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Jumat (6/9/2024).

Gugatan dengan nomor 540/PDT.G/2024/PN Jkt.Pst ini berpotensi membatalkan rekomendasi dukungan bagi Calon Kepala Daerah (Cakada) dari PDIP di Pilkada 2024.

“Megawati Soekarnoputri sudah Demisioner sebagai Ketua Umum Partal Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP beserta seluruh pengurus lainnya sejak tanggal 10 Agustus 2024,” kata Anggiat Manalu sesaat setelah mendaftarkan gugatan, di PN Jakarta Pusat, siang tadi.

PDIP kata Anggiat harus melakukan Kongres sehingga tidak berwenang untuk mengangkat dan melantik Pengurus baru PDIP 2019-2024 hingga Tahun 2025, di mana setiap Penyusunan Pengurus DPP PDIP harus melalui Kongres sesuai dengan AD/ART PDIP.

“Kepengurusan PDIP saat ini yaitu periode 2019-2024 hingga 2025 adalah tidak sah dan cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Perbuatan Megawati Soekarnoputri yang Menyusun dan Melantik Pengurus DPP PDIP Periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tanpa prosedur yang benar adalah Perbuatan Melawan Hukum yang harus diluruskan dengan pembatalan,” kata dia.

Beleid yang harus dibatalkan kata Anggiat, yakni Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia DPP PDIP Masa Bakti 2024-2025.

“Penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 adalah perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai prosedur dan adanya konflik kepentingan (conflict of interest) pribadi,” terangnya lebih jauh.

Konflik kepentingan ini kata Anggiat melibatkan mantan Menkumham, Yasonna Laoly, lantaran diduga mendapatkan perintah dari Ketua Umum DPP PDIP selaku Petugas Partal.

“Perbuatan-perbuatan para tergugat patut diduga merupakan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,” pungkasnya.***

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved