Oleh: Karyudi Sutajah Putra - Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Terjawab sudah mengapa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang didukung kakaknya Yahya Cholil Staquf yang kebetulan menjabat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), begitu resisten dan defensif terhadap Panitia Khusus (Pansus) Haji yang dibentuk DPR untuk menyelidiki dugaan penyimpangan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 oleh Kementerian Agama.
Terlepas motif pembentukannya ada “vested interest” (kepentingan pribadi) berupa dugaan “balas dendam” dari inisiator utamanya, Ketua Tim Pengawas Haji yang juga Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, kepada Gus Yaqut dan Gus Yahya yang dituding Cak Imin melakukan penggembosan terhadap PKB dan dirinya pada Pemilu 2024, di mana Cak Imin maju sebagai calon wakil presiden dari calon presiden Anies Baswedan, ternyata Pansus Haji berhasil menemukan dugaan kecurangan saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Kantor Kementerian Agama di Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Dikutip dari sebuah sumber, Kepala Subdirektorat Data dan Sistem Informasi Haji Kemenag Hasan Affandi ternyata berada di kantor ketika anggota Pansus Haji melakukan sidak ke Kemenag.
Padahal, Hasan mangkir dari panggilan rapat Pansus sehari sebelumnya. Hasan disebut Sekretaris Jenderal Kemenag Muhammad Ali Ramdhani tengah bertugas ke Mekkah, Arab Saudi.
Jika temuan itu benar, maka hal tersebut bukan hanya kebohongan personal seorang Muhammad Ali Ramdhani, melainkan juga kebohongan institusional Sekjen Kemenag.
Pansus juga menemukan dugaan kecurangan lainnya, yakni setidaknya sekitar 3.500 jemaah yang tanpa harus menunggu langsung diberangkatkan tahun ini juga untuk beribadah haji.
Ini adalah bentuk ketidakadilan bahkan kezaliman yang nyata, karena ratusan ribu calon jemaah haji lainnya harus menunggu hingga puluhan tahun untuk berangkat haji.
Patut diduga ada gratifikasi terkait ribuan calon jemaah haji yang langsung berangkat itu. Mendaftar tahun ini, berangkat tahun ini juga. Mengalahkan haji furoda dan haji plus.
Bak fenomena gunung es di lautan, disinyalir temuan awal Pansus Haji ini baru pucuk gunungnya saja, sementara badan gunung yang berada di dalam lautan belum kelihatan.
Jika benar-benar serius, Pansus Haji bahkan bisa membuka kotak Pandora di Kemenag yang sudah lama diasumsikan publik sebagai sarang penyamun.
Akankah dugaan gratifikasi itu mengarah ke Menag Gus Yaqut, sehingga Pansus Haji akan melibatkan aparat penegak hukum?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, dua Menag sebelumnya dipenjara karena korupsi.
Pertama, Said Agil Husin Al Munawar, Menag periode 2001-2004 yang terbukti bersalah dalam korupsi Dana Abadi Umat dan dana penyelenggaraan ibadah haji. Selama menjadi menteri, ia menerima uang hasil korupsi sebesar Rp4,5 miliar.
Pada 7 Februari 2006, Said divonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti kerugian negara Rp2 miliar subsider 1 tahun penjara.
Kedua, Suryadharma Ali. Menag periode 2009-2014 ini terjerat kasus korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 dan Dana Operasional Menteri (DOM).
Suryadharma curang dalam pengangkatan petugas panitia penyelenggara haji di Arab Saudi dan memanfaatkan sisa kuota haji untuk beberapa orang yang dipilihnya agar bisa naik haji gratis.
Ia juga terbukti menggunakan DOM yang bersumber dari APBN untuk kepentingan pribadinya, seperti berobat anaknya serta keperluan wisata. Total DOM yang diselewengkan oleh Suryadharma mencapai Rp1,8 miliar.
Suryadharma divonis 6 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan, serta uang pengganti Rp1,8 miliar.
Kasus berikutnya adalah korupsi pengadaan mushaf Al Quran tahun 2011-2012 di Kemenag.
Sebanyak empat orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Zulkarnaen Djabbar (anggota Badan Anggaran DPR 2009-2014), Dendy Prasetia (anak Zulkarnaen) dan Ahmad Jauhari (pegawai Direktorat Bimas Islam Kemenag), serta Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq (politikus Partai Golkar).
Bagaimana bisa dana abadi umat, dana penyelenggaraan ibadah haji, kuota haji dan proyek pengadaan mushaf Al Quran dikorupsi?
Sangat ironis, memang. Sebab Kemenag adalah instansi yang mengurus soal agama yang meliputi akhlak dan moral.
Maka makin sempurnalah korupsi di Indonesia. Bukan hanya anggaran soal fisik yang dikorupsi, menaikan juga anggaran soal akhlak dan moral.
Anggaran fisik yang dikorupsi misalnya di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Sosial.
Di Kemenpora sudah ada dua menteri yang terjerat korupsi, yakni Andi Mallarangeng dan Imam Nahrawi. Di Kemenkes, ada Menteri Siti Fadilah Supari yang terjerat korupsi.
Di Kemensos, ada tiga menteri yang terjerat korupsi, yakni Bachtiar Chamsyah, Idrus Marham dan Juliari Batubara. Kalau sudah begini, sekali lagi sempurnalah korupsi di Indonesia. ***