Anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep belakangan ini disorot karena dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi. Namun siapa sangka, dugaan korupsi anak presiden itu bukan kali ini saja.
Dosen Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengungkap hal itu. Ia mengaku sudah melaporkannya ke KPK sejak dua tahun lalu. Namun sampai saat ini, belum ada kejelasan.
“Kemarin yang datang ke KPK itu keempat kali. Dulu 2 tahun setengah lalu dulu kita ke KPK,” ungkapnya dikutip dari unggahannya di X, Sabtu (14/9/2024).
Kasus yang dimaksud Ubedillah, saat Kaesang membeli 180 juta lembar saham. Harganya Rp100 miliar lebih. Ubedillah heran uangnya dari mana.
“Lalu ada peristiwa menarik waktu itu. Yang abang sebut sebagai Mulyono. Yaitu ada putra mahkotanya membeli saham 180 juta lembar saham di pasar saham. Nilainya hampir Rp100 miliar lebih. Putra mahkotanya yang jadi kedua (Kaesang) Sekarang ramai private jet,” jelasnya.
“Kok bisa beli ratusan juta lembar saham begitu. Dari mana uangnya. Karena yang berdangkutan anak presiden, maka kita berhak publik untuk ketahui. Anak presiden kan dapat fasilitas negara juga,” tambahnya.
Saat pihaknya menelusuri perusahaan Kaesang, Ubedilah mendapati adanya potensi konflik kepentingan. Karena ia bekerja dama dengan anak seorang direktur di perusahaan besar.
“Kita telusuri perusahaan Kaesang. Ternyata mereka ini berjejaring dengan anak dari seorang direktur perusahaan besar. Jadi managing direkturnya kerja sama dengan anak putra presiden,” terangnya.
“Berdua ini, ada Gibran ada Kaesang. Perusahaan ini mayoritas punya putra mahkota ini. Di saat itu Gibran jadi wali kota. Jadi posisi wali kota, dan waktu itu direktur. Eh Komisaris Utama di sebuah perusahaan itu. Yah ada konflik interest,” sambungnya.
Perusahaan itu kemudian belakangan dapat suntikan dana fantastis. Ubedilah heran, karena segampang itu mendapat suntikan dana ratusan miliar padahal perusahaan baru.
“Lalu perusahaan mereka itu dapat suntikan, dua kali yah. Jumlahnya ratusam miliar. Kurang lebih Rp200 miliar. Subtikannya itu dari perusahaan Ventura. Ventura Capital. Pertanyaan saya segitu mudah yah dapat suntikan dana kalau dia bukan anak presiden, dan perusahaan baru,” ucapnya.
Saat dilakukan penulusuran, disitulah terungkap. Anak managing direktur yang Kaesang jalin kerja sama diangkat jadi duta besar.
“Bagaimana mungkin ini bisa terjadi. Kita telusuri. Ternyata setelah masuk sekian miliar itu, managing direktur yang tadi satu perusahaan dengan anak presiden ini tiba-tiba diangkat jadi duta besar. Duta besar level tinggilah. Kentara banget,” bebernya.
Tidak berhenti di situ, ia bilang perusahaan yang dimaksud sebelunnya menjadi wakil otorita Ibu Kota Nusantara (IKN). Disitukah, kata dia terlihat hubungan presiden dan direktur perusahaan dimaksud.
“Perusahaannya terkenal ini. Kemudian dari perusahaan yang sama jadi wakil otorita IKN. Jadi kelihatan, ada relasi antara presiden dengan direktur perusahaan ini,” ujarnya.
Bahkan, kata Ubedilah, orang yang dijadikan duta besar itu kini dijadikan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres). Di sisi lain, perusahaan itu tersangkut kasus lingkungan.
“Kenapa dia diangkat jadi duta besar? Jadi watimpres sekarang? Itu tanda tanya besar. Apalagi perusahaan ini punya masalah kerusakan lingkungan. Jadi pernah perusahaan ini tersangkut kerusakan lingkungan lalu dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup lebih Rp70 triliun. Karena dia merusak ligkungan. Tiba-tiba keluar putusan di Pengadilan Negeri kalau tidak salah, itu tidak membayar Rp70 triliun itu. Sekitar Rp70 miliar,” pungkasnya.
Menurut Ubedilah, mestinya KPK punya wewenang mengusut kasus tersebut. Namun ia menyebut saat ini KPK merupakan ranah eksekutif setelah revisi Undang-Undang KPK.
“KPK sebetulnya punya kewajiban hukum untuk menginvestigasi itu,” tandasnya seperti dikutip dari fajar
Ubedilah Endus Kekayaan Keluarga Jokowi dari Gratifikasi
Setiap keluarga pejabat publik seharusnya dibentengi agar tidak menerima fasilitas apapun dari pihak luar.
Sebab, bila menerima fasilitas maka ada dugaan gratifikasi yang bisa muncul dan mengarah korupsi.
Pandangan itu bahkan sudah dilaporkan analis sosial politik Ubedilah Badrun ke KPK pada 10 Januari 2022, terkait dugaan gratifikasi dua putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.
Apalagi, baru-baru ini Kaesang diduga menggunakan pesawat jet pribadi saat berpergian ke luar negeri.
"Dugaan saya mendekati kebenaran. Artinya bahwa keluarga Jokowi dengan kekayaan yang melimpah dalam hitungan waktu yang sangat singkat itu dari mana? Maka laporan dugaan kuat bahwa ada gratifikasi, gratifikasi itu korupsi," kata Ubed saat menjadi narasumber di Political Show "Gaya Hidup Mewah Keluarga Jokowi, Indikasi Korupsi?" dikutip RMOL, Selasa (10/9).
Lanjut Ubed, korupsi sendiri tidak melulu soal aliran dana cash dari pihak luar langsung ke pejabat, namun bisa melalui keluarganya.
"Korupsi itu tidak selalu memakan uang negara. Tidak harus juga selalu langsung pejabat negara. Tetapi bagaimana uang berputar ke anak anak pejabat negara, tetapi tujuannya adalah sebenarnya," jelas Ubed.
Ubedilah pun menantang KPK untuk secara terang benderang dan transparan mengusut kasus dugaan gratifikasi ini.
"Oh iya. Saya kira itu dugaan kuat yang ke sana (gratifikasi). Nah karena ini sudah menjadi konsumsi publik dan sangat luar biasa sebetulnya KPK punya kewajiban Hukum memanggil untuk memanggil," pungkasnya.
Feri Amsari Ragu Dugaan Gratifikasi Kaesang Bisa Diusut Tuntas: KPK Jadi Boneka Presiden
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, ragu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan serius menangani kasus dugaan gratifikasi putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.
Menurut Feri, KPK yang menjadikan lembaga antirasuah berada di bawah lembaga eksekutif ini tak memiliki keberanian untuk mengungkap kasus yang erat kaitannya dengan Presiden.
Feri pun menganggap, lembaga anti rasuah saat ini bak menjadi 'boneka' Presiden Joko Widodo.
Pernyataan Feri disampaikan dalam program TalkShow Overview Tribunnews pada Rabu (4/9/2024).
"Sejak KPK menjadi lembaga di bawah rumpun eksekutif yang dibuat dan dirancang sendiri oleh Presiden, KPK itu adalah boneka Presiden."
"Pertanyaannya, bagaimana mungkin boneka semacam KPK menyelidiki kasus yang berkaitan erat dengan keluarga Presiden," kata Feri, Rabu (4/9/2024).
Feri menyebut, KPK hanya gimik dalam menangani kasus dugaan gratifikasi Kaesang.
Ia menganggap, tindakan KPK dalam penanganan kasus ini hanya demi meredam kemarahan publik saja karena telah viral.
Feri menilai, gimik tersebut tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga oleh pihak lain.
"Bagi saya, drama ini mau dituntaskan karena publik sedang mempertanyakan dan ini viral. Tidak cuma hanya pemberian ini siapa, kepentingannya apa."
"Bahkan hal-hal kecil pun dalam peristiwa pesawat jet ini dibicarakan publik kemana-mana. Nah ini yang mau dihentikan (oleh KPK) daya marah publik terkait viralnya kasus ini dengan membangun gimik-gimik seperti ini," katanya.
Dengan analisanya itu, Feri pun menegaskan bahwa KPK menurutnya tidak akan tuntas dalam mengusut dugaan gratifikasi Kaesang.
Buka Topeng Keluarga Jokowi
Di sisi lain, Feri Amsari, memandang, kasus dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep ini menjadi jalan untuk membuka topeng keluarga Jokowi selama ini.
Feri mengatakan, selama sepuluh tahun, keluarga Presiden Jokowi dikenal dengan citra sederhana dan tidak terlibat dalam politik bisnis maupun kepentingan lain.
Namun, menurutnya, topeng ini kini mulai terungkap.
Ia menilai, tampilan kesederhanaan keluarga Jokowi selama ini merupakan kamuflase.
"Bagi kita semua ini adalah pembukaan topeng keluarga Pak Jokowi selama 10 tahun ini dengan sangat manis memberi topeng keluargannya dengan penuh kesederhanaan, tidak ikut campur dalam kepentingan politik bisnis dan lain-lain. Tapi lama-lama terbuka topengnya satu persatu."
Feri menduga, di balik image sederhana Jokowi dan keluarganya, ada banyak permainan yang dijalankan.
"Ini memperjelas banyak hal, ini bukan keluarga politik sederhana tetapi keluarga yang dikamuflasekan terlihat sederhana, tetapi di baliknya banyak permainan, ini gambaran betapa korupnya keluarga ini," kata Feri.
Lebih lanjut, Feri menilai, gratifikasi yang ditudingkan kepada Kaesang itu memang benar adanya.
Feri lantas menyinggung bentuk gratifikasi yang dapat diterima maupun tidak bisa diterima oleh keluarga presiden.
Menurutnya, apabila ada salah satu pihak yang menerima gratifikasi, salah seorang yang bisa diselidiki adalah presiden.
"Harus diingat, kalau keluarga menerima, salah satu yang diselidiki adalah orang yang diindikasikan dengan orang pemberian. Siapa yang terkait dengan pemberian itu ya presiden," ujar Feri.
Dugaan Gratifikasi Kaesang Mencuat Bermula dari Postingan Istri
Kasus gratifikasi jet pribadi yang diduga diterima Ketua Umum PSI sekaligus putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ini mencuat berawal dari Instagram Story yang diunggah oleh istrinya, Erina Gudono.
Dalam unggahannya itu, Erina memposting foto yang memperlihatkan jendela pesawat dengan pemandangan awan.
Namun, publik meyakini bahwa foto itu bukan diambil dari pesawat komersil, tetapi dari private jet atau jet pribadi.
Pesawat yang ditumpangi Kaesang dan Erina untuk pergi ke Amerika Serikat itu diketahui merupakan jet Gulfstream G650ER.
Harga sewa jet pribadi tersebut, diketahui juga mencapai Rp 8,7 miliar.
Pasca viralnya postingan tersebut, Kaesang pun dilaporkan ke KPK karena jet pribadi itu diduga hasil gratifikasi yaitu pemberian dari salah satu e-commerce terkemuka.
Hingga saat ini, sudah ada dua laporan yang diterima oleh KPK yaitu dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.***