Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Dugaan Penggelembungan Harga Alat Pelontar Gas Air Mata Mencapai Rp 26 Miliar

 Dugaan Penggelembungan Harga Alat Pelontar Gas Air Mata Mencapai Rp 26 Miliar

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan dugaan korupsi pengadaan alat pelontar gas air mata (pepper projectile launcher) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun pihak yang dilaporkan adalah institusi kepolisian.

“Kami belum tahu namanya siapa, jadi institusi saja yang kami laporkan,” kata Ketua Umum Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, di KPK, Senin, 2 September 2024. “Jadi di situ ada PPK-nya. Tentu itu ada bagian pengadaan barang dan jasa di Kepolisian yang bagian unit yang memang mengadakan.”

Koalisi Masyarakat Sipil yang membuat laporan itu dari 17 lembaga, di antaranya adalah YLBHI, Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Pers, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), PSHK, KontraS, ICJR, dan Greenpeace.

Koordinator ICW, Agus Sunaryanto, mengatakan ada tiga potensi penyimpangan yang dilakukan oleh kepolisian. Pertama, adanya dugaan persekongkolan tender yang mengarah kepada merek tertentu. Kedua, adanya indikasi mark up atau penggelembungan harga yang dilakukan oleh panitia pengadaan. Ketiga, pemenang tender diduga merupakan anggota atau memiliki relasi dengan aparat kepolisian.

Menurut Sunaryanto, ada perbedaan harga yang menyolok dalam pengadaan 2022 dan 2023. "Dugaan indikasi mark up ini mencapai Rp 26 miliar,” kata Agus.

Agus menyebut, temuan ini sudah disampaikan kepada pimpinan KPK, termasuk pada bagian pengaduan masyarakat agar segera ditindaklanjuti. “Karena sekali lagi, anggaran yang digunakan ini adalah bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara yang itu notabene berdasarkan dari pajak masyarakat,” tuturnya.

Menurut dia, menjadi sangat ironis apabila masyarakat memberikan pajaknya untuk penyediaan alat pengamanan, tapi justru masyarakat menerima dampak negatif terhadap pengadaan gas air mata tersebut. “Sehingga ini yang harapannya bagi kami, Karena tadi soal kewenangan dari KPK sendiri untuk menangani kasus-kasus yang diduga melibatkan aparat penegak hukum,” ucapnya.

Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan laporan atas dugaan tindak pidana korupsi di kepolisian ini bagian dari partisipasi publik. Selain itu, kata Isnur, gas air mata dalam konteks kekuatan kepolisian dalam tindakan di lapangan sebenarnya tidak boleh dilakukan lagi.

“Karena ini berbahaya, sangat banyak di negara lain dilarang. Kenapa? karena penggunaannya selama ini tidak pernah diaudit, bagaimana penggunaannya, saatnya kapan, dimana, bagaimana dan dampaknya seperti apa dan dalam banyak kasus ini berdampak bahkan kepada kematian seperti dikutip dari tempo

YLBHI Takut Ancaman Usai Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Gas Air Mata

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) berharap tidak ada serangan balik dari pihak manapun terhadap para pelapor dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pepper projectile launcher atau alat pelontar gas air mata TA 2022 dan 2023 di lingkungan Polri.

Hal itu disampaikan langsung Ketua Umum pengurus YLBHI, Muhamad Isnur setelah membuat laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama 17 lembaga lainnya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian, Selasa (2/9).

Menurut Isnur, laporan yang dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil ke KPK dijamin dan dilindungi oleh UU.

"Tidak boleh kemudian ada ancaman, ada pemidanaan, atau serangan balik kepada para pelapornya," kata Isnur kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (2/9).

Isnur mengungkapkan, sebelum melayangkan laporan KPK, pihaknya juga sudah mencoba meminta verifikasi, akan tetapi tidak dijawab oleh Polri dengan anggap sebagai informasi rahasia terkait pengadaan dimaksud.

"Yang ketiga, gas air mata dalam konteks kekuatan Kepolisian dalam tindakan di lapangan sebenarnya tidak boleh dilakukan lagi. Hal ini berbahaya ya. Sangat banyak di negara lain dilarang gitu. Kenapa? Karena penggunaannya selama ini tidak pernah diaudit," pungkas Isnur.

Dalam laporan itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian melaporkan 3 dugaan penyimpangan, yakni dugaan persengkongkolan tender, indikasi markup mencapai Rp26 miliar, hingga dugaan keterlibatan anggota Polri atau adanya relasi anggota Polri dari perusahaan pemenang tender.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian terdiri dariI ndonesia Corruption Watch (ICW), Trend Asia, YLBHI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Kontras, LBH Pers, Safenet, ICJR, PSHK, AJI Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, Remotivi, PBHI, HRWG, Greenpeace Indonesia, Kurawal Foundation, dan BEM PTMA-I Zona 3.***

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved