Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada atau FH UGM, Muhammad Fatahillah Akbar mengatakan pengawasan penerimaan gratifikasi dilakukan tidak hanya kepada penyelenggara negara. Ini juga ditujukan untuk keluarga dan anak-anaknya.
“Jadi tidak bisa serta merta (Kaesang) dibebaskan. Gratifikasi itu harus dilihat ada kaitannya dengan keluarga yang punya jabatan atau bahkan anggota PSI yang juga punya jabatan,” kata Akbar seperti dikutip dari Tempo.co, Ahad, 8 September 2024.
Hal ini disampaikan Akbar menanggapi pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron.
Nurul Ghufron mengatakan anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, tidak berkewajiban melaporkan penerimaan gratifikasi.
Komisioner KPK itu mengatakan pertimbangan penerimaan gratifikasi bersifat pelaporan dari penyelenggara negara, seperti bupati dan gubernur.
Jika seorang penyelenggara negara menerima gratifikasi, maka yang bersangkutan wajib melaporkan ke KPK.
Pelaporan ini akan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan dan menentukan apakah gratifikasi tersebut dirampas atau diserahkan kembali kepada si penerima.
Akbar mengungkapkan, berdasarkan aturan hukum dalam Pasal 12C Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), ada pengecualian jika penerima gratifikasi melaporkannya kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima.
Selain itu, dalam Pasal 12B UU Tipikor, setiap gratifikasi yang diterima penyelenggara negara dianggap sebagai suap, jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.
“Sebenarnya yang wajib melaporkan memang hanya penyelenggara negara. Namun, harusnya diselidiki lebih lanjut penerimaan gratifikasi Kaesang itu ada hubungan dengan keluarganya yang sebagai penyelenggara negara atau tidak,” kata Akbar.
Akbar juga mengambil contoh kasus Nurhadi, bekas Sekretaris Mahkamah Agung, yang menerima gratifikasi melalui menantunya, Rezky Herbiyono.
Nurhadi didakwa menerima suap dan gratifikasi sampai puluhan miliar berhubungan dengan pengurusan perkara pengadilan tingkat sampai peninjauan kembali atau PK.
Gratifikasi dari penyelenggara bersama keluarganya membuat mereka divonis 6 tahun penjara.
Sama dengan kasus Nurhadi, Akbar menilai, dugaan gratifikasi Kaesang harus diselidiki KPK.
Sebab, Kaesang merupakan anak Presiden Jokowi dan adik Gibran Rakabuming Raka yang menjadi keluarga dari penyelenggara negara.
“Semua hal (berkaitan gratifikasi) harus dilaporkan ke KPK sejak 30 hari diterima. KPK juga harusnya menyelidiki siapa pemberi dan mengapa memberikan (gratifikasi) kepada Kaesang. Jika ada kaitan dengan penyelenggara negara tertentu, bisa masuk dan dianggap sebagai gratifikasi,” kata Akbar seperti dikutip dari AJNN
Usut Dugaan Gratifikasi Kaesang, KPK Butuh Waktu 45 Hari Kerja
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku membutuhkan waktu sekitar 45 hari kerja dalam memproses laporan dugaan gratifikasi penggunaan pesawat jet pribadi oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep.
Hal itu disampaikan Jurubicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto membeberkan proses yang dilakukan KPK atas laporan yang dilayangkan masyarakat, salah satunya laporan yang dilayangkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, dan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun pada Rabu (28/7).
Tessa mengatakan, pada saat ada pihak yang memberikan laporan dugaan tindak pidana korupsi, maka akan dilakukan verifikasi selama 1-2 hari kerja.
"Setelah itu ada proses penelaahan. Penelahan ini memakan waktu kurang lebih sekitar 8 sampai 14 hari," kata Tessa kepada wartawan di Jakarta, Jumat (6/9).
Lanjut dia, apabila bisa ditindaklanjuti, maka dilakukan proses pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan pengumpulan informasi (pulinfo). Proses itu membutuhkan waktu sekitar 30 hari kerja.
"Baru setelah itu di-expose, dipaparkan, apakah ini bisa ditindaklanjuti ke tahapan penyelidikan, atau masih dibutuhkan dokumen pendukung lainnya, atau keterangan lainnya dari pihak-pihak yang terkait pelaporan tersebut," terang Tessa.
KPK saat ini lebih memfokuskan proses terhadap pelaporan yang masuk di Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Sehingga, proses yang ada di Direktorat Gratifikasi sudah tidak dilanjutkan.
Untuk itu, rencana Direktorat Gratifikasi untuk mengundang dan mengklarifikasi Kaesang dibatalkan. Akan tetapi, data-data yang sudah dimiliki Direktorat Gratifikasi akan dilimpahkan ke Direktorat PLPM.***