Jauh sebelum Pilpres 2024 digelar, yaitu pada 2022, perbincangan publik mengenai penjegalan terhadap Anies Baswedan sudah mencuat. Bahkan disebut-sebut memenjarakan Anies adalah salah satu jalan untuk menjegalnya mengikuti Pilpres 2024 yang dilakukan oleh penguasa.
Narasi perubahan yang diusung Anies bersama para pendukungnya dianggap tak sejalan atau bahkan melawan penguasa yang sudah tegas ingin memperpanjang kekuasaannya setelah Pilpres. Penguasa melalui All Jokowi's Men dan upaya sistematis menjegal Anies membuat Anies yang berpasangan dengan Muhaimin Iskandar di Pilpres akhirnya terjungkal.
Selepas Pilpres, Anies yang sempat didukung oleh tiga partai politik ketika Pilpres untuk maju dalam Pilgub Jakarta 2024, akhirnya gagal setelah ketiga parpol tersebut, yaitu PKS, PKB, dan NasDem berbalik arah menjadi pendukung kubu kekuasaan.
Baru-baru ini, Anies terang-terangan menyebut semua parpol tersandera kekuasaan. Anies yang ditinggal tiga parpol pendukungnya itu dituntut untuk masuk parpol agar tidak bernasib seperti sekarang. Namun, Anies menyebut tak bisa begitu saja gabung ke parpol yang ada.
“Kalau masuk partai, pertanyaannya partai mana yang sekarang tidak tersandera kekuasaan? Jangankan dimasuki, mencalonkan saja terancam," kata Anies dalam siaran live streaming yang dilakukan di akun Youtube-nya, Jumat (30/8/2024). Pada tayangan tersebut Anies menggarisbawahi, fenomena itu telah ia temui selama melewati masa kontestasi Pilpres hingga Pilkada 2024.
Ditakuti Penguasa dan Dijegal
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mencermati hambatan yang dialami Anies sehingga saat ini gagal maju pada Pilkada Jakarta 2024.
Menurut Dedi, kendala pengusungan Anies sudah terjadi sejak Pilpres 2024. Salah satunya dengan munculnya wacana di Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memaksa Anies menjadi tersangka dengan dugaan korupsi Formula E.
"Itu indikasi Anies sejak awal dimusuhi oleh penguasa. Karena KPK, hanya mungkin dikendalikan penguasa," kata Dedi kepada di Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Saat ini, ujar Dedi, kondisinya tidak jauh berbeda, PKB, NasDem, dan PKS sudah menyatakan dukungan kepada Anies untuk Pilkada Jakarta 2024. Namun, perubahan serentak terjadi bersamaan dengan peralihan dukungan partai ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang megindikasikan ada gerakan anomali di parpol-parpol tersebut.
"Bukan tidak mungkin, tuduhan "hukum" yang semula diarahkan langsung pada Anies gagal, tetapi berhasil ketika diarahkan ke elite-elite parpol," ucap Dedi.
Dedi menyebut, hal yang sama juga dirasakan PDIP saat ingin mengusung Anies. Lantaran tuntutan hukum yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga kolega dari elite-elite PDIP lainnya membuat terjadi tawar-menawar agar PDIP mengusung calon lain.
"Misal adanya pemanggilan terhadap keponakan Megawati (Riyan Dediano), Hasto, dan juga isu penangkapan Harun Masiku, jika saat ini semua tuduhan itu tidak berlanjut, maka bisa saja ada tawar menawar," katanya.
Dedi menekankan, penjegalan-penjegalan itu bukan tanpa alasan. Sebab, penguasa melihat kekuatan Anies berpotensi menguat di Pemilu 2029. Bukan tidak mungkin Anies bakal memenangi Pilpres 2029 jika diberi peluang untuk maju di Pilkada 2024.
"Di sisi lain bukan tidak mungkin jika Anies memimpin, dengan catatan Anies selama ini yang cukup keras pada tindakan koruptif, bisa menyasar ke jejaring elite yang saat ini berkuasa," ujar Dedi menerangkan.
Gagasan Dirikan Parpol
Dengan adanya fenomena parpol-parpol tersandera kekuasaan, Anies kemudian menggagas membangun parpol atau organisasi kemasyarakatan (ormas) sendiri. Anies menyebut, dorongan membuat parpol muncul lantaran dia melihat banyak masyarakat yang menginginkan sistem demokrasi yang setara dan membangun.
Anies juga melihat banyak masyarakat yang mulai resah akan banyaknya kepentingan politik elite-elite tertentu. Dalam waktu dekat, dirinya akan membuat parpol untuk mewadahi semangat masyarakat tersebut. Namun, Anies sendiri tidak menyebut kapan persisnya akan membangun ormas ataupun parpol tersebut.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) merespons positif wacana Anies yang ingin mendirikan parpol seusai Pilpres dan tak bisa maju dalam Pilkada 2024. "Memang adalah pilihan Pak Anies sendiri tidak mau masuk partai atau Pak Anies kemudian tidak ada partai yang mencalonkan dan beliau kemudian akan membuat partai saya doakan beliau agar sukses dengan partai barunya atau partai yang beliau akan buat," kata HNW saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2024).
HNW lantas mencontohkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendirikan Partai Demokrat dan berhasil menang sebagai presiden pada Pemilu 2004 dengan partai yang didirikannya itu. HNW pun mengaku juga pernah mendorong Anies untuk mendirikan parpol sendiri. Bahkan dengan adanya wacana Anies ingin mendirikan parpol, HNW mengaku mendoakan Anies sukses dengan parpolnya.
Kini semua menunggu realisasi dari gagasan Anies mendirikan parpol. Tak hanya para pendukungnya yang menunggu, tapi tentunya juga penguasa dan elite parpol-parpol yang bakal menjadi pesaing di Pemilu 2029 seperti dikutip dari jawapos
Anies Dinasihati agar Tidak Menjadi Raja Jawa
Awal Agustus 2024, ada seseorang mengaku sebagai utusan dari Ponpes Nurul Huda Sragen, Jawa Tengah. Ia mengirim pesan ke Tim Anies, memohon waktu untuk bertemu.
Saat utusan itu ditemui, ia menyampaikan undangan secara lisan dari ponpesnya kepada Anies untuk bersilaturahmi ke pondok mereka jika ada waktu. Ia berkata, Anies boleh datang, boleh juga tidak.
Anies memang pernah berkunjung ke ponpes tersebut pada Mei 2023. Ketika itu, di sana ia menemui pimpinan ponpes, KH Syarif Hidayatullah, yang akrab dipanggil Abah—sama seperti panggilan pendukung Anies kepada Anies.
Namun Agustus 2024 itu, selain undangan silaturahmi, tak ada pesan khusus dari utusan Nurul Huda tentang urusan yang bakal dibicarakan ponpesnya kepada Anies. Meski demikian, Anies tetap memenuhi undangan itu.
Pada 10 Agustus, di sela kegiatannya, Anies bertandang ke Ponpes Nurul Huda yang juga beberapa kali dikunjungi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto
Di sana, ia mendapat wejangan dari Abah. Menurut orang dekatnya, Anies dititipi pesan oleh pimpinan ponpes agar menyiapkan komitmen moral sebelum dicalonkan menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Anies juga dinasihati agar tidak merasa pintar dan harus merakyat. Ia juga mesti njawani alias menyelami karakter dan budaya Jawa yang penuh unggah-ungguh dan tata krama, tanpa berujung menjadi Raja Jawa. Terakhir, Anies dipesani agar tidak seperti Jokowi yang dianggap berkhianat pada pihak yang membesarkannya.
Esoknya, di Jakarta, Hasto mengonfirmasi bahwa kedatangan Anies ke Ponpes Nurul Huda adalah bentuk komunikasi antara PDIP dan Anies soal Pilgub Jakarta. Menurutnya, ada proses spiritual dalam komunikasi melalui pihak ketiga itu.
Anies juga pernah diminta bertemu Chaerudin atau Babe Idin, aktivis lingkungan yang mendedikasikan hidupnya untuk membersihkan Sungai Pesanggrahan dari tumpukan sampah. Saat itulah terjadi diskusi dan tukar pikiran antara Anies dan Babeh Idin tentang lingkungan dan tata ruang.
Diskusi itu rupanya menjadi metode untuk menilai sosok dan gagasan Anies melalui pihak ketiga. Jadi, penjajakan antara PDIP dan Anies berjalan layaknya track two diplomacy, yakni menjalin relasi dengan bantuan perantara.
Hasil diskusi dengan Babeh Idin itu, menurut Tim Anies, dimasukkan ke platform visi-misi PDIP. Berikutnya, PDIP melalui Hasto disebut mengirim sinyal kerja sama untuk mengusung Anies jika visi-misi dari PDIP akan dilaksanakan.
"Bersedia untuk memenuhi komitmen, termasuk visi-misi yang disiapkan partai, khususnya tentang politik tata ruang, kelestarian lingkungan, sungai-sungai. [Bila] tata ruang Jakarta diatur dengan baik, tentu terbuka [peluang untuk mengusung Anies]," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Kamis (22/8), dua hari usai putusan MK.***