“Кupu-kupu terbang bersama kumbang. Hinggap di dahan pohon beringin yang rindang. Para calon menteri tak perlu bimbang. Berbaik-baiklah ke presiden sekarang (Joko Widodo) dan yang akan datang (Prabowo Subianto),” kata Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat sidang tahunan MPR.
Penggalan pantun Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam sidang tahunan MPR/DPR pada Jumat (16/8/2024) menjadi cerminan situasi politik terkini.
Bisa jadi Bamsoet sedang ‘menyindir’ sejumlah elite politik yang saat ini sedang mencari ‘posisi’ menjelang dilantiknya Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih.
Selain itu, pantun Bamsoet itu memberikan sinyal jika pengaruh Jokowi masih cukup kuat meski beberapa bulan lagi akan lengser dari jabatan presiden.
Dengan kondisi tersebut dapat diartikan jika pergerakan partai politik saat ini masih tetap berkiblat kepada Istana. Hal ini menjadi lumrah karena pengaruh Jokowi selama 10 tahun cukup kuat terhadap parpol.
Jokowi Sandera Airlangga Ambil Alih Golkar
Dalam kasus terbaru, dinamika politik terjadi di Partai Golkar karena secara mengejutkan Airlangga Hartarto menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Padahal beberapa bulan lagi Airlangga akan paripurna pada pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) bulan Desember 2024.
Banyak pihak berspekulasi mundurnya Airlangga ini tak lepas dari campur tangan Presiden Jokowi, yang diduga menggunakan ‘kaki tangannya’ di kabinet untuk mengambil alih Golkar. Pasalnya Jokowi membutuhkan ‘perahu’ usai pensiun dari jabatan presiden.
Selain itu Airlangga juga diduga tersandera oleh kasus dugaan korupsi yang saat ini sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Keberadaan Agus Gumiwang (Menteri Perindustrian) dan Bahlil (Menteri Investasi) bisa menjadi jembatan yang memfasilitasi bagi landing-nya Jokowi dan keluarganya pasca purnatugas," kata Pengamat politik dari Institute for Democracy and Strategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam dalam keterangan tertulisnya.
Isu mengenai bergabungnya Jokowi ke Partai Golkar ini sudah lama berhembus. Bahkan wacana bergabungnya Jokowi ke Golkar semakin menguat usai Pilpres 2024, karena saat itu hubungan Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP sedang retak usai berseberangan pilihan politik.
Konflik parpol di era kepemimpinan Jokowi juga menyasar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Padahal PKB merupakan parpol pendukung Jokowi sejak periode pertama hingga saat ini.
Namun pada Pilpres 2024, PKB berseberangan dengan Jokowi karena mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) sebagai capres-cawapres.
Saat ini PKB sedang berkonflik dengan sejumlah elite Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan PBNU yang dipimpin oleh Yahya Cholil Staquf sudah membentuk pansus untuk mengambil alih PKB dari tangan Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Konflik keduanya ini diduga ada berkaitan dengan kepentingan politik saat Pilpres 2024. Maklum saja saat itu sejumlah elite NU berada di kubu Prabowo-Gibran yang didukung oleh Presiden Jokowi.
Namun belakangan konflik ini mulai mereda usai PKB memberikan sinyal akan bergabung dengan barisan Prabowo-Gibran yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Istana Sempat Berupaya Ambil Alih Partai Demokrat dari SBY
Hal serupa juga pernah dialami oleh Partai Demokrat. Pada era kepemimpinan Jokowi partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini mengalami perpecahan.
Sejumlah kader Demokrat saat itu menggelar Kongres Luar Bisa (KLB) yang dimotori oleh Jhoni Allen Marbun untuk memilih Ketua Umum Partai Demokrat baru menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Jhoni Alen Cs memilih secara aklamasi Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat hasil KLB di Sumatera Utara (Sumut).
Kehadiran Moeldoko ini disinyalir sebagai ‘kaki tangan’ Istana untuk mengambil alih Demokrat dari tangan AHY dan SBY. Sebab saat itu parpol berlambang mercy itu merupakan oposisi pemerintahan Presiden Jokowi.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sempat mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi terkait gejolak dalam internal partai berlambang bintang mercy.
AHY mengungkap ada upaya gerakan politik inkonstitusional untuk mengudeta posisi dirinya dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat.
Dia menyebut, gerakan itu melibatkan kader yang masih aktif di partai, mantan kader, dan non-kader.
Pelaku gerakan itu ada lima orang, terdiri dari satu kader Demokrat aktif, satu kader non-aktif, dua mantan kader, dan seorang non-kader yang merupakan pejabat tinggi pemerintahan Presiden Jokowi.
"Gerakan ini juga dikatakan sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tentunya kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam permasalahan ini," ucap AHY saat konferensi pers virtual, Senin (1/2/2021).
Setelah hampir tiga tahun berlalu, Partai Demokrat akhirnya mulai melunak. Puncaknya terjadi pada Pilpres 2024 kemarin, Demokrat menjadi salah satu parpol KIM pendukung dan memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
Usai Pilpres 2024, Presiden Jokowi menunjuk AHY menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala BPN menggantikan Marsekal TNI (Purn) Hadi Tjahjanto yang digeser menjadi Menko Polhukam.
Dengan masuknya AHY dalam kabinet membuat Partai Demokrat secara otomatis menjadi parpol koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.