Keputusan PDIP mengusung Pramono Anung-Rano Karno untuk berkompetisi di Pilkada Jakarta 2024, disesalkan.
Presidium Forum Aliansi Kampus Seluruh Indonesia (AKSI) Juju Purwantoro mengatakan, karena perbedaan prinsip dan ideologi, membuat PDIP tidak bersedia mengusung Anies untuk melawan Ridwan Kamil-Suswono yang dijagokan koalisi partai besar.
PDIP juga telah mengabaikan hasil lembaga survei Litbang Kompas, dimana mayoritas publik Jakarta lebih memilih Anies Baswedan 39%, Basuki Tjahja Purnama, 34.5,0%, dan Ridwan Kamil, 24%.
"Sangat disayangkan PDIP telah menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bisa merebut dan memenangkan kursi gubernur Jakarta 2024-2029 lewat Anies," kata Juju kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Kamis (29/8).
Kemungkinan besar PDIP bisa kalah walau mengusung dua kadernya, Pramono Anung dan Rano Karno.
Dengan demikian, lanjut Juju, PDIP akan tetap sebagai parpol 'nasionalis-sekuler'.
"Padahal jika dapat bersinergi dengan Anies yang berpolitik nasionalis-religius, diharapkan akan menjadi kekuatan politik luar biasa untuk meraup suara warga Jakarta," demikian Juju seperti dikutip dari rmol
PDIP Lebih Baik Tidak Ikut Pilkada DKI Jakarta Jika Ajukan Pramono, Kenapa?
Pegiat media sosial Denny Siregar menilai Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) lebih baik tidak ikut berkompetisi di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024 jika mengajukan Pramono Anung sebagai calon gubernur (cagub).
Karena menurut Denny Siregar, nama Pramono Anung tidak dikenal oleh warga Ibu Kota, sehingga jika dimajukan di Pilkada DKI Jakarta yang digelar November mendatang, PDIP sama saja bunuh diri.
"Pak bu @PDI_Perjuangan kalau ngajukan pak Pram, itu sama aja bunuh diri. Mending gak usah bertarung aja sekalian. Udah pasti mati. Mohon maaf, saya kenal sama pak Pram. Tapi untuk ini saya tidak mendukungnya.. Pak Pram ga dikenal namanya oleh orang Jakarta. Itu fakta," ucapnya, dikutip dari akun X pribadinya, Senin (26/8).***