Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Rakyat Melawan Rezim Pembegal Demokrasi

 

Sikap pemerintah dan Baleg DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas suara pencalonan di pilkada dan syarat minimal usia kepala daerah, merupakan akal-akalan busuk rezim oligarki nepotis untuk membajak demokrasi.

Kelompok Petisi 100 menilai sikap dan tindakan yang berlawanan dengan nilai-nilai moral Pancasila dan amanat konstitusi ini jelas merusak kehidupan demokrasi dan merampas kedaulatan rakyat.

"DPR dan Pemerintah sangat nyata telah membangkang terhadap Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah yang telah final dan mengikat," tulis seruan Petisi 100 yang dikutip Kamis (22/8).

Selama ini Petisi 100 menuntut pemakzulan Jokowi karena telah mengkhianati konstitusi. Ternyata 12 partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tampaknya telah pula menjelma menjadi pengkhianat konstitusi dan suara rakyat.

Pembangkangan terhadap Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 adalah kelanjutan dari langkah-langkah politik kotor dan jahat rezim oligarki nepotis yang telah berlangsung selama ini.

Rezim oligarki nepotis pimpinan Joko Widodo tampaknya semakin otoriter, brutal, menghalalkan segala cara, dan berjalan tanpa kendali akibat politik uang, politik sandera, serta dibungkamnya aspiarsi dan kontrol masyarakat.

"Maka, sudah tiba waktunya bagi rakyat untuk bangkit dan melawan!" tulis Petisi 100.

Petisi 100 menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat dimana pun berada, hingga ke daerah-daerah, untuk melakukan aksi perlawanan terhadap rezim oligarki nepotisme,pengkhianat konstitusi dan pembegal demokrasi.

Khusus untuk wilayah DKI Jakarta akan digelar aksi di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, pada 22-23 Agustus 2024.

Badan Pekerja Petisi 100 di antaranya Marwan Batubara, Letjen TNI Mar. Purn Suharto, Mayjen TNI Purn Soenarko. Rizal Fadillah, Syafril Sjofyan, Anthony Budiawan, Mursalin, Habib Muhsin Sikap pemerintah dan Baleg DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas suara pencalonan di pilkada dan syarat minimal usia kepala daerah, merupakan akal-akalan busuk rezim oligarki nepotis untuk membajak demokrasi.

Kelompok Petisi 100 menilai sikap dan tindakan yang berlawanan dengan nilai-nilai moral Pancasila dan amanat konstitusi ini jelas merusak kehidupan demokrasi dan merampas kedaulatan rakyat.

"DPR dan Pemerintah sangat nyata telah membangkang terhadap Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah yang telah final dan mengikat," tulis seruan Petisi 100 yang dikutip Kamis (22/8).

Selama ini Petisi 100 menuntut pemakzulan Jokowi karena telah mengkhianati konstitusi. Ternyata 12 partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tampaknya telah pula menjelma menjadi pengkhianat konstitusi dan suara rakyat.

Pembangkangan terhadap Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 adalah kelanjutan dari langkah-langkah politik kotor dan jahat rezim oligarki nepotis yang telah berlangsung selama ini.

Rezim oligarki nepotis pimpinan Joko Widodo tampaknya semakin otoriter, brutal, menghalalkan segala cara, dan berjalan tanpa kendali akibat politik uang, politik sandera, serta dibungkamnya aspiarsi dan kontrol masyarakat.

"Maka, sudah tiba waktunya bagi rakyat untuk bangkit dan melawan!" tulis Petisi 100.

Petisi 100 menyerukan kepada seluruh lapisan masyarakat dimana pun berada, hingga ke daerah-daerah, untuk melakukan aksi perlawanan terhadap rezim oligarki nepotisme,pengkhianat konstitusi dan pembegal demokrasi.

Khusus untuk wilayah DKI Jakarta akan digelar aksi di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, pada 22-23 Agustus 2024.

Badan Pekerja Petisi 100 di antaranya Marwan Batubara, Letjen TNI Mar. Purn Suharto, Mayjen TNI Purn Soenarko. Rizal Fadillah, Syafril Sjofyan, Anthony Budiawan, Mursalin, Habib Muhsin Alatas, Dindin S Maolani, Mayjen TNI Purn Deddy S. Budiman, Tito Roesbandi, Memet Hakim, Memet Hamdan, Brigjen TNI Purn Hidayat Purnomo, Taufik, KH. Syukri Fadholi, KH. Solachul Aam Wahib Wahab, Sutoyo Abadi, Donny Hardricahyono, dan Abuya Shiddiq seperti dikutip dari rmol

Meski Dikritik Karena Abaikan Putusan MK, Hari Ini DPR Tetap akan Sahkan RUU Pilkada di Rapat Paripurna

Revisi UU Pilkada yang menuai polemik karena mengabaikan Putusan Mahkamah konstitusi (MK) akan disahkan dalam pembahasan tingkat dua atau rapat paripurna DPR RI, yang akan digelar pada hari ini, Kamis (22/8).

Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi mengakui, pihaknya telah berkirim surat kepada pimpinan DPR terkait hasil pembahasan revisi UU Pilkada yang telah rampung dibahas di tingkat I pada Rabu (21/8).

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi alias Awiek mengatakan, agenda pengesahan RUU Pilkada telah disepakati oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Rencananya, pengesahan RUU itu akan dilakukan dalam rapat Paripurna yang akan digelar sekitar pukul 09.30 wib.

"Kami tadi sudah menyurati pimpinan. Berdasarkan keputusan Bamus juga, bahwa RUU ini akan disahkan dalam rapat paripurna terdekat," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8).

"Paripurna terdekat itu berdasarkan jadwal kalau enggak salah insya Allah besok (hari ini). Nanti akan disahkan di Paripurna RUU ini," sambungnya.

Pembahasan RUU Pilkada dikebut Baleg DPR setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghasilkan putusan yang mengubah sejumlah syarat pencalonan Pilkada.

Dalam putusannya, MK menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen suara sah pemilu legislatif sebelumnya.

MK mengubah ambang batas tersebut menjadi 6,5 persen sampai 10 persen dari total suara sah pemilu legislatif sebelumnya. Angka persentase dukungan partai ini disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah terkait.

MK juga menegaskan aturan soal syarat usia calon gubernur dan wakil gubernur, yakni minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.

Namun, Baleg menyiasati putusan MK tersebut. Baleg merumuskan ambang batas sebesar 6,5 sampai 10 persen suara sah dalam RUU Pilkada hanya berlaku bagi partai politik yang tidak punya kursi DPRD.

Baleg juga menentukan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Hal itu sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA), sehingga sehingga Baleg mengabaikan putusan MK.***

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved