JAKARTA – Pemerintah merencanakan akan membayar bunga utang pada 2025 sebesar Rp552,9 triliun angka ini naik 10,8 persen dari outlook pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2024 senilai Rp499 triliun. Adapun angka tersebut belum termasuk pembayaran pokok utang.
“Jumlah tersebut terdiri atas pembayaran bunga utang dalam negeri senilai Rp497,62 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri senilai Rp55,23 triliun,” tulis pemerintah dalam dokumen Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025, dikutip Minggu, 18 Agustus.
Adapun meski tumbuh double digit, pertumbuhan pembayaran bunga utang pada tahun anggaran 2025 tersebut lebih rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun anggaran 2024 yang sebesar 13,4 persen (terhadap realisasi pembayaran tahun anggaran 2023).
Adapun, pemerintah mengungkapkan bahwa perhitungan besaran pembayaran bunga utang tahun anggaran 2025 secara garis besar meliputi pembayaran bunga atas outstanding utang yang berasal dari akumulasi utang tahun-tahun sebelumnya.
Selain itu, juga memperhitungkan rencana pembiayaan utang tahun anggaran 2024 dan 2025, rencana program pengelolaan portofolio utang (liabilities management).
Selanjutnya, perhitungan besaran pembayaran bunga utang juga didasarkan pada beberapa asumsi, seperti nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat (US$), yen Jepang (JPY), dan euro (EUR).
Kemudian, tingkat bunga SBN tenor 10 tahun, referensi suku bunga pinjaman serta asumsi spread-nya, diskon penerbitan SBN serta perkiraan biaya pengadaan utang baru.
Adapun, perkembangan pembayaran bunga utang pada tahun 2025 Belum Termasuk Pembayaran Pokok Utang
Sebagai informasi, melihat rencana belanja dalam RAPBN 2025 sebesar Rp3.613,1 triliun, dengan demikian belanja bunga utang mencakup 15,3 persen dari total anggaran. Di sisi lain, pembayaran ini baru bunga utang, belum termasuk utang jatuh tempo yang pemerintah wajib bayar.
Adapun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat profil jatuh tempo utang pemerintah pada 2025 mencapai Rp800,33 triliun terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan jatuh tempo pinjaman senilai Rp94,83 triliun. Sehingga, Pemerintahan berikutnya perlu menyiapkan sekitar Rp1.353,23 triliun untuk membayar utang pokok dan bunga utang seperti dikutip dari voi
Sebelumnya "Seperti tahun-tahun sebelumnya, defisit ini sangat besar dan mau tidak mau harus ditambal dengan utang. Selama 10 tahun masa pemerintahan Jokowi ini kebijakan utang memang ugal-ugalan sehingga warisannya akan terbawa pada masa pemerintahan Prabowo," tegas dia.
Ia menjelaskan hingga pertengahan 2024 ini, telah ditawarkan setidaknya hampir Rp1.000 triliun surat berharga negara (SBN). Namun yang laku di pasar hanya separuhnya sekitar Rp517 triliun. Sementara sebelumya pada 2024, SBN yang ditawarkan di pasar mencapai Rp1.800 triliun, namun laku di pasar sebesar Rp807 triliun.
"Jadi, selama 10 tahun ini pemerintah Jokowi sudah mendorong ekonomi utang masuk jurang sehingga harus gali lubang tutup lubang," imbuhnya.
Didik pun menuturkan pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY mewariskan utang sekitar Rp2.608 triliun. Kemudian, 10 tahun berikutnya jumlah utang mencapai Rp8.338 triliun, naik tiga kali lipat dengan pembayaran bunga yang tinggi sebesar Rp497 triliun.
"Beban bunga utang ini jauh lebih besar dari pos anggaran kementerian, sektor maupun provinsi mana pun. Jika dibandingkan misalnya dengan APBD provinsi, pembayaran utang ini 1.600 persen lebih tinggi (dari) total APBD rakyat Jawa Barat," kata dia. ***