Dari atas mobil komando, Ketua DPRD Jawa Timur (Jatim) Kusnadi meneriakkan dengan menggunakan pengeras suara, ”Kami sepakat mendukung tuntutan aksi.”
Tak cukup hanya itu, Kusnadi juga diminta tanda tangan nota tuntutan aksi yang dihelat berbagai elemen, utamanya mahasiswa, di depan gedung DPRD Jatim di Surabaya tersebut kemarin (23/8). Dokumen itu lalu ditunjukkan ke arah massa. Kusnadi berjanji akan langsung menyampaikan semua tuntutan ke DPR RI.
”Hari ini (kemarin, Red) dikirim. Kami mendukung suara teman-teman semua. Mari dikawal bersama,” ucapnya. Demonstrasi serupa di Surabaya yang merupakan bagian dari upaya mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan serta usia kepala daerah itu juga berlangsung di berbagai kota di Indonesia. Jakarta, Bandung, Palembang, Medan, dan Makassar di antaranya.
Di antara yang berpartisipasi di Surabaya adalah para mahasiswa Universitas Airlangga, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, dan Universitas Muhammadiyah Surabaya. Beberapa terlihat membawa poster dukungan terhadap putusan MK. Lagu Buruh Tani Mahasiswa terdengar dinyanyikan berulang.
”Poin tuntutan kami masih dalam rangka untuk turut mengawal putusan MK,” kata Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga Aulia Thaariq Akbar. Kericuhan sempat terjadi. Beberapa botol air mineral tampak terlempar dari belakang massa. Orator meminta tidak ada yang terprovokasi.
Merasa Dicurangi
Di Jakarta, aksi turun ke jalan juga masih terjadi. Kali ini titiknya berada di depan kantor KPU. Selain mahasiswa, terlihat berbagai golongan masyarakat yang hadir. Mulai pengusaha, karyawan, freelancer, hingga siswa SMA.
Balya dan Mussel adalah teman sejak SMP. Kali ini mereka tidak hang out di mal atau kafe seperti biasanya. Mereka turun ke jalan untuk menyuarakan keresahan. ”Saya sengaja ambil cuti dan beruntungnya kantor tidak tanya cuti untuk apa,” kata Balya, karyawan sebuah perusahaan swasta.
Pria 25 tahun itu merasa dicurangi dengan upaya mengkhianati putusan MK yang seharusnya final dan mengikat. ”Akal-akalan DPR, kongkalikong Jokowi. Ada usaha untuk menaruh orang-orang kenalan dia di pemerintahan. Kita diajari sejak SD kalau itu nepotisme,” cetusnya.
Balya menambahkan, yang membuat geram, upaya nepotisme tersebut tidak malu-malu dilakukan di depan mata rakyat. Dengan berapi-api Mussel menambahkan bahwa aksi itu merupakan akumulasi kekesalan mereka.
Mereka merasa dicurangi sejak MK mengubah aturan yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka maju mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. Lalu sikap DPR yang berusaha menganulir putusan MK yang diduga untuk memuluskan jalan Kaesang Pangarep bisa maju di pemilihan gubernur.
”Orang-orang di luar sana susah cari kerja, sementara ini kok gampang banget lewat jalur bapak,” kata perempuan yang merupakan freelancer di bidang seni tersebut. ”Lalu suara masyarakat untuk apa kalau prosesnya curang?” tambah Balya seperti dikutip dari jawapos
Tawa Jokowi saat Ditanya Kaesang Tak Bisa Maju Pilgub Usai RUU Pilkada Batal Disahkan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi soal putra bungsunya, Kaesang Pangarep yang tak dapat maju pemilihan gubernur (Pilgub) 2024, usai DPR batal mengesahkan RUU Pilkada. Padahal, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu telah mengurus surat-surat untuk mendaftar Pilkada Jateng 2024.
Jokowi awalnya tertawa kecil saat mendengar pertanyaan awak media soal hal tersebut. Dia pun enggan berkomentar banyak dan meminta agar hal tersebut ditanyakan kepada Kaesang.
"Tanyakan ke Ketua PSI ya," ucap Jokowi diawali tawa saat menjawab pertanyaan awak media di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024).
Jokowi mengatakan pembatalan pengesahan RUU Pilkada merupakan wilayah DPR RI sebagai lembaga legislatif. Dia memastikan pemerintah akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi terkait syarat Pilkada.
"(RUU Pilkada) Itu wilayah legislatif, wilayah DPR ya. Iya (ikuti putusan MK)," jelas Jokowi.
Sebelumnya, Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada batal disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).***