Adanya mobilisasi partai politik oleh penguasa untuk kepentingan keluarga membuat demokrasi Indonesia terancam.
Kritikus politik sekaligus Ketua Umum Partai Negoro, Faizal Assegaf menilai kebencian rezim Jokowi pada Anies Baswedan menjadi bagian dari akar kerusakan bernegara.
“Demi tujuan jahat itu, semua partai (non PDIP) dan perangkat kekuasaan dimobilisasi secara brutal,” kata Faizal dalam akun media X pribadinya yang dikutip RMOL, Rabu (21/8).
“Sangat terang operasi politik dinasti Jokowi bertindak semena-mena. Sembari mengais untung di jalur culas dengan aneka kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme demi kepentingan kelompok,” tambahnya.
Faizal pun tak heran, jika tindakan itu semakin menyulut kemarahan rakyat dan membuat Anies menuai simpati publik.
“Asbab itu, Anies dan rakyat telah termarginal oleh rupa macam intrik politik keji Jokowi dan komplotannya,” terang dia.
Di sisi lain, sambungnya, Anies tampil tegar, penuh kesabaran menghadapi kezaliman yang dipamerkan oleh Jokowi.
“Bahkan semakin dekat lengser, Jokowi makin gelap mata, bertindak brutus dan penuh kemunafikan di hadapan rakyat,” tegasnya.
“Tidak hanya Anies, namun PDIP dan berbagai elemen yang berkontribusi besar, justru disingkirkan dan teror. Jokowi menunjukan keperkasaan, seolah berkuasa untuk selamanya. Tidak peduli lawan atau kawan, semua diintimidasi,” jelas dia.
Menurut dia, akselerasi kejahatan politik Jokowi seolah sulit dihentikan. Negara dan rakyat terposisi dalam kendali kekuasaan yang digerakan secara otoriter, arogan dan menghalalkan segala cara. Semua akan berakhir di tanggal 20 Oktober.
“Muncul desakan perlawanan dari jutaan rakyat, apa yang mesti dilakukan? Kesimpulan berujung pada tuntutan hukum. Seruan adili Jokowi menjadi fokus gerakan perlawanan. Jangan biarkan Jokowi dan dinastinya lolos begitu saja,” tegasnya lagi.
Masih kata Faizal, penjegalan pada Anies telah membegal hak politik PDIP di Pilgub DKI dan memberangus aspirasi rakyat adalah kejahatan dalam bernegara. Watak kekuasaan gorong-gorong tidak harus dimintai pertanggungjawaban melalui pengadilan.
“Saatnya, seluruh elemen pejuang perubahan bersatu, galang konsolidasi dan bersiap untuk turun ke jalan. Perlawanan moral harus dikobarkan. Selamatkan negara dan kedaulatan rakyat dari kekuasaan jahat Jokowi. Waktunya berangkulan, lawan ketidakadilan,” tandas dia seperti dikutip dari rmol
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna Sebut Pihaknya Sesalkan Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna merespons hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Undang-Undang Pilkada). Ia menyesalkan, Baleg DPR secara terang-terangan membangkang terhadap putusan MK.
"Kami tidak punya kewenangan memeriksa Baleg DPR. Tapi cara ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Konstitusi yang tidak lain adalah lembaga negara yang oleh konstitusi (UUD 1945) ditugasi untuk mengawal UUD 1945," kata I Dewa Gede Palguna kepada wartawan, Rabu (21/8).
Pembangkangan terhadap konstitusi itu dapat dilihat dari hasil rapat Baleg DPR. Pasalnya, Baleg tiba-tiba secara mempercepat pembahasan revisi UU Pilkada, setelah hadirnya putusan MK mengenai uji materi Pasal 40 UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala dearah, serta Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada mengenai bata usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi di DPRD.***