Ketua Komisi X DPR RI Saiful Huda meminta Mendikbud Ristek Nadiem Makarim memulihkan kembali ratusan guru honorer yang dipecat. Setidaknya, pemecatan guru honorer dalam jumlah besar terjadi di Jakarta.
Kata Saiful Huda,pemecatan itu bermula dari adanya temuan BPKP bahwa guru-guru tersebut dikabarkan tidak terdaftar di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan mengantongi Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
Namun, pihaknya menyesali perbuatan Disdik Jakarta yang justru memecat guru yang sudah lebih dari 5 tahun mengajar di sekolah tersebut.
"Padahal mereka sudah mengajar 5 tahun, artinya secara status ini guru yang sudah mengajar bukan orang yang tiba-tiba masuk dan tidak jelas statusnya," tegas Saiful Huda kepada wartawan, Jumat (19/7).
"Ini beliau-beliau ini sudah mengajar 5 tahun lebih sudah punya jejak pengajaran," sambungnya menyesalkan.
Politisi PKB itu pun meminta Nadiem dan Pemda Jakarta untuk memulihkan ratusan guru honorer yang dipecat sepihak tersebut.
"Mereka harus dilindungi dengan cara dipulihkan kembali, itu yang harus dilakukan oleh Pemda," tutupnya seperti dilansir dari rmol
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyayangkan kebijakan cleansing guru honorer yang terjadi di DKI Jakarta. Menurutnya, itu dapat menyebabkan masalah baru yaitu kekurangan guru di sekolah-sekolah.
"Kebijakan cleansing guru honorer bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah yang pada akhirnya mengganggu proses belajar mengajar," kata Dede dalam keterangan tertulis, Jumat (19/7).
Pada akhirnya, jika kebijakan tersebut dilanjutkan, pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat, dalam hal ini peserta didik. Terlebih, bagi para murid yang baru memasuki tahun ajaran baru seperti sekarang.
Dede pun menyoroti penggunaan kata cleansing untuk kebijakan penataan guru honorer. Menurutnya, kata tersebut sama sekali tidak humanis karena memiliki arti pembersihan.
"Cleansing itu kata yang terlalu sadis. Itu kan berarti pembersihan atau seperti membasmi. Itu tidak boleh," tegasnya.
Sebelumnya, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta telah menyatakan bahwa kebijakan cleansing terhadap setidaknya 107 guru honorer dilakukan sebagai Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK. Temuan BPK menyebut bahwa peta kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.***