Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Tolak RUU Penyiaran, Mahasiswa di Makassar Gelar Aksi Demonstrasi

 

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) melakukan aksi unjuk rasa di pertigaan Jalan AP Pettarani-Letjen Hertasning, Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Senin (20/5/2024).

Berdasarkan informasi, aksi ini dilakukan untuk menyoroti Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang dibahas.

Panglima Besar GAM, Banggulung, menyatakan bahwa belakangan ini publik diramaikan oleh wacana kebebasan pers yang dipicu oleh pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Dikatakan Banggulung, RUU tersebut saat ini sedang digodok oleh DPR RI.

"Ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama dianggap banyak pasal yang kontroversial dan berpotensi memburuk kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi," ujar Banggulung kepada awak media.

Banggulung bilang, di sebuah negara demokrasi, pers berfungsi sebagai pengawas kekuasaan, transparansi dan akuntabilitas pemerintah serta berbagai lembaga publik.

"Pasal yang kontroversial adalah Pasal 50B AYAT (2) Huruf C, Pasal 50B Ayat (2) Huruf K, Pasal 8A Ayat (1) Huruf Q, Pasal 51 E," ucapnya.

Tambahnya, dalam Pasal 50B Ayat (2) Huruf C melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, Pasal 50B Ayat (2) Huruf K memuat larangan mengenai penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, kekerasan dan radikalisme.

"Pasal 8A Ayat (1) Huruf Q berbunyi Komisi penyiaran indonesia (KPI) dalam menjalankan tugas berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik di bidang penyiaran," tukasnya.

Terakhir, kata Banggulung, Pasal 51E disebutkan sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan.

"Yang paling kami soroti adalah Pasal 50B Ayat (2) Huruf C, sebab hakikat dasar dari jumalistik adalah investigasi, jika investigasi dilarang sama halnya melarang orang untuk melakukan riset, pada dasarnya, RUU Penyiaran merenggut kemerdekaan jurnalistik dan pers," sebutnya.

Dibeberkan Banggulung, film ice cold, dirty vote, buka mata dan seterusnya akan dibanned.

"Sebagai masyarkat tidak akan mendapatkan peliputan yang berkaitan dengan jurnalistik investigasi ketika RUU Penyiaran disahkan menjadi Undang-Undang final dan mengikat," imbuhnya.

Padahal, kata Banggulung, film investigasi yang ditayangkan secara eksklusif dapat memberikan informasi yang kredibel dan menjadi kebutuhan publik.

Banggulung menilai, RUU Penyiaran juga bertentangan dengan UU no 40 Tahun 1999 tentang pers di Indonesia mengatur bahwa pers memiliki kebebasan untuk mencari, memperoleh dan menyebarkan informasi, lebih lanjut dijelaskan pada pasal 5 UU no 40 tahun 1999 tentang pers yang berbunyi.

"Pers nasional berkewajiban memberikan fakta atas peristiwa, opini dan menghormati norma-norma agama serta asas praduga tak bersalah," tandasnya.

Menurut Banggulung, jika ingin hukum membaik mestinya ada sinkronisasi UU. Kehadiran RUU Penyiaran harus saling mendukung dengan UU pers.

"UU pers memberikan perlindungan hukum bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya serta menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi," serunya.

Lanjut Banggulung, dengan begitu kebebasan pers dan seputar Revisi Undang-Undang (RUU) penyiaran menjadi dua pilar krusial dalam demokrasi Indonesia

"Maka RUU Penyiaran harus dilakukan dengan memperhitungkan semua pihak termasuk masyarakat, pers dan jurnalis. Dengan melibatkan berbagai pihak kepentingan semua pihak dapat diakomodasi dengan baik dan RUU yang dihasilkan akan lebih mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan," Banggulung menuturkan.

Banggulung bilang, pada dasarnya masyarakat membutuhkan jurnalis dan pers yang berfungsi sebagai alat untuk menyuarakan kepentingan masyarakat, mengungkap ketidakadilan dan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan yang tepat.

"Kami mengindikasikan bahwa permasalahan tersebut merupakan bukti ketidakbecusan pemerintah dalam hal ini Komisi 1 DPR RI yang menginisiasi RUU Penyiaran, kita dapat menilai RUU ini merupakan produk pesanan pemerintah untuk mengkebiri hak kebebasan jurnalis yang berani melakukan investigasi demi keamanan untuk melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan tindakan melawan hukum lainnya," kuncinya.

Sumber Berita / Artikel Asli : fajar

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved