Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia pada 27 November 2024.
Pilkada kali ini dinilai akan menjadi arena kompetisi panas antara PDIP dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jamak diketahui, hubungan antara Jokowi dengan PDIP semakin memanas sejak Jokowi membelot dengan mendukung Prabowo Subianto yang bersanding dengan putranya, Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Sedangkan PDIP, partai yang sudah membesarkan nama Jokowi, mencalonkan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang bersanding dengan Mahfud MD.
PDIP kalah telak dari Jokowi usai pasangan Ganjar-Mahfud hanya mengemas perolehan suara sebanyak 16,47 persen secara nasional, sedangkan Prabowo-Gibran memperoleh sebanyak 58,59 persen.
Panasnya hubungan Jokowi dan PDIP kembali mencuat usai partai berlambang banteng ini tidak mengundang Jokowi ke acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V yang akan digelar pada 24-26 Mei 2024.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan alasan tidak mengundang Jokowi. Menurut dia, pihaknya sengaja tidak mengundang lantaran Jokowi sudah sangat sibuk dan menyibukkan diri.
“Yang jelas presiden dan wakil presiden tidak diundang, kenapa? Karena beliau sudah sangat sibuk dan menyibukkan diri,” kata Djarot saat konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 16/5/2024.
Pengamat Politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai, tidak diundangnya Jokowi ke acara Rakernas menandakan bahwa hubungan antara Jokowi dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri masih memanas.
“Suasana kebatinan PDIP sedang tidak happy karena sikap politik Jokowi yang mendukung Prabowo. Dengan situasi kebatinan seperti itu, PDIP tentu tidak akan nyaman jika Jokowi hadir di Rakernas,” kata Yusak kepada Forum Keadilan, Sabtu, 18/5.
Yusak juga berpendapat bahwa kata-kata ‘menyibukkan diri’ yang dilontarkan oleh Djarot merupakan bentuk skeptisme atas langkah politik Jokowi yang berseberangan dengan PDIP, terlebih Jokowi saat ini sudah tidak dianggap sebagai kader PDIP.
“Tentu PDIP paham akan kesibukan Presiden. Tapi kalaupun sedang ada waktu, rasanya Presiden juga tidak akan hadir karena konflik yang belum mereda pasca pilpres. Jadi skeptisme ini lah yang saya kira membuat PDIP tidak mengundang Jokowi di Rakernas. Untuk apa diundang kalau tidak akan datang,” tuturnya.
Langkah PDIP tidak mengundang Jokowi tersebut, menurut Yusak, juga menjadi tanda bahwa PDIP akan memilih berada di barisan oposisi pada pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan.
“Kalau dengan Pak Prabowo, saya kira Bu Mega tidak ada masalah. Yang menjadi kendala adalah faktor Pak Jokowi yang dianggap membelok karena tidak mendukung Ganjar,” ungkapnya.
Menurut Yusak, hubungan antara Jokowi dengan PDIP atau Megawati akan berlanjut hingga ke pelaksanaan Pilkada 2024. Bahkan, kata Yusak, Pilkada 2024 akan menjadi arena pertarungan terbuka antara Jokowi dengan PDIP.
“Sepanjang rekonsiliasi politik antara Jokowi dengan Mega belum tercapai, pertarungan itu akan terus berlanjut,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Yusak, Jokowi sudah menyiapkan beberapa calon untuk diusung di beberapa daerah, mulai Jawa Tengah, Bogor, Sumatra Utara dan beberapa daerah lainnya.
“Jadi pilkada juga akan menjadi arena kompetisi panas antara Jokowi dengan PDIP,” ujarnya.
Akan tetapi pada pilkada mendatang, PDIP dinilai tidak akan bernasib tragis sebagaimana kekalahan yang dialami pada Pilpres 2024.
Pasalnya, menurut Yusak, ada perbedaan konfigurasi politik lokal di tiap-tiap daerah di Indonesia.
Yusak menilai, Jokowi effect tidak terlalu signifikan untuk melumpuhkan kekuatan PDIP di pilkada, sebab PDIP memiliki infrastruktur yang kokoh hingga ke akar rumput.
“Jadi tidak menutup kemungkinan calon-calon dari PDIP bersama koalisinya bisa menang melawan calon dari Jokowi,” pungkasnya.