Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ini Rencana Besar Negara-Negara Arab untuk Palestina Pasca Perang

 

Ketika Israel terus melanjutkan perangnya melawan Hamas, para pemimpin Teluk dan Arab memetakan cara-cara untuk mendukung Gaza pascaperang, dengan menempatkan satu syarat utama dalam keterlibatan mereka: sebuah jalan menuju kenegaraan Palestina.

Hambatan besar terbentang di depan adalah mendapatkan dukungan dari Presiden AS Joe Biden dan pemerintah Israel, yang saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang beraliran hawkish, seorang penentang keras solusi dua negara.

Namun, negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Qatar, Yordania, dan Mesir telah menjelaskan bahwa dukungan keuangan dan politik mereka, yang akan sangat penting bagi masa depan Jalur Gaza yang hancur, disertai dengan sebuah peringatan.

“Kami telah berkoordinasi secara erat dengan Palestina. Ini harus benar-benar menjadi jalan menuju negara Palestina,” kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan dalam pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Riyadh bulan lalu.

“Tanpa jalur politik yang nyata … akan sangat sulit bagi negara-negara Arab untuk mendiskusikan bagaimana kita akan memerintah.”

Memajukan Solusi Dua Negara

Ini bukan pertama kalinya para pemimpin Arab berkumpul untuk memetakan jalan menuju solusi dua negara, tujuan yang mereka yakini dapat meredakan ketegangan di Timur Tengah dan membantu mengantarkan pada periode kemakmuran.

Namun, dengan perang Israel Hamas yang melumpuhkan ekonomi regional dan merembet ke negara-negara tetangga, ada urgensi dan peluang.

Bulan lalu, di sela-sela Forum Ekonomi Dunia, para menteri luar negeri Eropa dan Arab bertemu untuk mendiskusikan bagaimana memajukan solusi dua negara.

Gaza juga akan menjadi agenda utama saat para pemimpin dari 22 negara anggota Liga Arab bertemu di Bahrain pada hari Kamis.

Mendirikan Negara Palestina dan Diakui di PBB

Negara-negara Arab “menekan Amerika Serikat untuk mencapai dua hal: mendirikan negara Palestina dan mengakuinya di Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata seorang diplomat Arab yang mengetahui pembicaraan tersebut.

“Apa yang saat ini menghalangi upaya-upaya intensif ini adalah berlanjutnya perang dan penolakan keras Netanyahu,” kata diplomat tersebut, yang berbicara tanpa menyebut nama.

Para pemimpin Arab “telah mencoba bekerja sama dengan pemerintahan Biden untuk saling mendukung apa yang disebut sebagai rencana ‘hari setelahnya’, kata Sanam Vakil, direktur program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga pemikir Chatham House Inggris.

Inti dari rencana mereka adalah reformasi Otoritas Palestina untuk membuka jalan bagi pemerintahan yang bersatu kembali di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza.

PA hampir tidak memiliki pengaruh atas Gaza sejak kelompok militan Palestina Hamas merebut kendali atas wilayah tersebut dari gerakan Fatah pimpinan presiden Mahmoud Abbas pada tahun 2007.

“Kami percaya pada satu pemerintahan Palestina yang harus bertanggung jawab atas Tepi Barat dan Gaza,” kata Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani pada hari Selasa.

Transisi ini seharusnya “tidak mempengaruhi perjuangan Palestina” atau “melemahkan Otoritas Palestina,” katanya kepada Forum Ekonomi Qatar di Doha.

Pada Maret, presiden Palestina menyetujui pemerintahan yang dipimpin oleh perdana menteri yang baru saja diangkat, Mohammed Mustafa, yang menginginkannya untuk memainkan peran di Gaza pascaperang.

Mendapatkan Jaminan Perdamaian untuk Membangun Gaza

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman al-Safadi mengatakan bahwa negara-negara Arab tidak akan mengirim pasukan ke Gaza untuk menghindari keterlibatan mereka dalam “penderitaan yang ditimbulkan oleh perang ini.”

“Sebagai negara-negara Arab, kami memiliki rencana. Kami tahu apa yang kami inginkan. Kami menginginkan perdamaian berdasarkan solusi dua negara,” katanya di Riyadh.

Negara-negara Teluk yang kaya minyak, Arab Saudi dan UEA, juga ragu-ragu untuk menanggung biaya rekonstruksi tanpa adanya jaminan.

“Mereka tentu saja tidak ingin hanya menjadi celengan. Mereka tidak mau hanya membersihkan kekacauan Israel dan hanya menggelontorkan uang ke dalamnya,” kata Bernard Haykel, seorang pakar Arab Saudi di Universitas Princeton.

Duta Besar UEA untuk PBB, Lana Nusseibeh, mengatakan pada bulan Februari: “Kita tidak bisa terus membangun kembali dan kemudian melihat semua yang telah kita bangun hancur.”

Menghadapi Hambatan yang Bernama Israel

Namun, penghalang terbesar, menurut Abdulkhaleq Abdulla, seorang analis Emirat terkemuka, adalah pemerintah Israel. Dia mencatat bahwa upaya penjangkauan Arab juga melibatkan oposisi Israel.

Awal bulan ini, menteri luar negeri UEA bertemu dengan pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, di Abu Dhabi.

Mereka membahas perlunya negosiasi mengenai solusi dua negara, menurut sebuah pernyataan dari kementerian luar negeri UEA.

“Ada janji-janji bahwa jika oposisi Israel menang dalam pemilihan umum (awal), mereka mungkin akan lebih bisa menerima dan lebih kooperatif,” kata Abdulla.

Para pemimpin Arab sebagian besar mengesampingkan untuk ikut serta dalam pemerintahan Gaza atau mengirim pasukan keamanan dalam kondisi saat ini.

Pada Sabtu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed Al-Nahyan mengatakan bahwa negaranya “menolak untuk terlibat dalam rencana apa pun yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi kehadiran Israel di Jalur Gaza.”

Sumber Berita / Artikel Asli : tempo 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved