Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Hukum Berkurban Untuk Orang yang Sudah Meninggal

 

Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban bagi yang mampu. Hewan yang disembelih bisa seperti, domba, sapi, kerbau atau unta. Memotong hewan kurban jadi salah satu hal yang sangat dianjurkan (sunnah muakkadah).

Seperti kita ketahui, terdapat banyak manfaat dari berkurban, salah satunya mendapatkan pahala dan ridha dari Allah SWT, dan tentunya saling berbagi kebahagiaan kepada mereka yang membutuhkan. Terlebih di masa pandemi seperti saat ini, berbagi daging kurban dirasa memberi banyak manfaat.

Namun bagaimana hukumnya membayarkan kurban bagi orang yang sudah meninggal? Terkait hal ini, ada berbagai pendapat yang berbeda.

Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Namun ada pandangan lain yang menyatakan kebolehan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

"Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406)

Hukum Kurban

Ibadah kurban di hari raya Idul Adha hukumnya adalah sunnah muakkad. Namun Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan ibadah ini, bahkan sejak disyariatkan sampai beliau meninggal dunia. Sehingga dapat dikatakan kalau kurban ini wajib untuk Nabi Muhammad SAW.

Hal ini berdasarkan pada salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi;

أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

Artinya:

“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian’’
(HR. At- Tirmidzi).

Ketentuan hukum sunnah muakkad disematkan oleh Imam Malik dan Imam Syafi’i. Sedangkan Imam Abu Hanifah menyebutkan memang bagi orang yang mampu dan tidak dalam keadaan bepergian, hukumnya wajib.

Dalam madzhab Imam Syafii, sunnah muakkad disini bersifat kifayah. Sehingga jika dalam satu keluarga sudah ada yang berkurban dengan hewan yang cukup untuk tujuh orang, seperti sapi, kerbau dan onta. Maka, anggota keluarga lain tidak ada tekanan berkurban lagi. Kesunnahan ini juga dibebankan kepada orang yang sudah baligh, berakal dan mampu.

Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, dalam al- Iqna’ fi halli Alfazhi Abi asy-Syuja’ mengatakan bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkad yang bersifat kifayah apabila jumlahnya dalam satu keluarga banyak, maka jika salah satu dari mereka sudah menjalankannya maka sudah mencukupi untuk semuanya, jika tidak maka menjadi sunnah ain. Sedangkan mukhatab (orang yang terkena khitab/ beban ibadah) adalah orang Islam yang merdeka, sudah baligh, berakal, dan mampu.

Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal dengan Wasiat
Kurban untuk orang yang sudah meninggal ternyata terdapat berbagai perdebatan. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath- Thalibin tegas menyatakan bahwa tidak ada kurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali ia ketika masih hidup berwasiat.

وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا

Artinya:

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang sudah meninggal apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani.’’

Dari penjelasan di atas, jika orang yang sudah memiliki niatan untuk berkurban baik melalui nazar maupun dengan wasiat, kemudian orang tersebut meninggal dunia, maka kurban tetap sah dan wajib untuk dijalankan. Untuk persoalan ini tentu tidak ada perdebatan lanjutan.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved