Presiden Jokowi mengatakan pemerintah akan menghitung dan mempertimbangkan kemampuan fiskal negara sebelum memutuskan apakah akan menaikkan harga BBM pada Juni mendatang.
"Semuanya dilihat fiskal negara. Mampu atau tidak mampu, kuat atau tidak kuat," kata Presiden Jokowi di Istora Senayan, Jakarta, Senin malam, 27 Mei 2024.
Pada tahun 2024 ini, pemerintah telah menetapkan target subsidi energi sebesar Rp186,9 triliun, dengan rincian Rp113,3 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp73,6 triliun untuk subsidi listrik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin, mengatakan sampai April 2024, subsidi yang dibelanjakan pemerintah senilai Rp51,8 triliun, di antaranya untuk subsidi energi sebesar Rp42,4 triliun dan subsidi nonenergi Rp9,4 triliun.
Jokowi juga mengatakan bahwa kemampuan APBN untuk mensubsidi BBM akan dihitung dengan pertimbangan harga minyak dunia, terutama di tengah kondisi geopolitik.
Menurut Presiden, semua aspek tersebut akan dikalkulasi dan dihitung lewat pertimbangan yang matang.
"Harga minyaknya sampai seberapa tinggi. Semuanya akan dikalkulasi, semua akan dihitung, semua akan dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang karena itu menyangkut hajat hidup orang banyak," katanya.
Jokowi menilai bahwa keputusan pemerintah terhadap harga BBM menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Bisa mempengaruhi harga, bisa mempengaruhi semuanya kalau urusan minyak," katanya.
Pemerintah telah menahan kenaikan harga BBM baik subsidi dan nonsubsidi sejak awal tahun 2024.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengungkapkan pertimbangan pemerintah menahan harga BBM agar tetap stabil hingga Juni 2024.
Di sisi lain, gejolak harga minyak dunia, eskalasi konflik di Timur Tengah, hingga pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS membuat kompensasi dan anggaran subsidi BBM di dalam negeri membengkak.
"Kan kami sudah bilang sampai Juni 2024 (ditahan), pertimbangannya kan kita baru pulih, masyarakat ini jangan sampai kena beban tambahan, itu aja," kata Arifin.
Pada awal 2024, harga minyak mentah dunia sekitar 60 dolar AS per barel dan saat ini sudah melambung di atas 80 dolar AS per barel.
Realisasi APBN 24 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan belanja pemerintah pusat (BPP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah terealisasi sebesar Rp591,7 triliun per 30 April 2024.
"Belanja pemerintah pusat sampai dengan 30 April mencapai Rp591,7 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Mei 2024 di Jakarta, Senin.
Nilai itu setara dengan 24 persen dari pagu APBN dan tumbuh sebesar 13,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pertumbuhan realisasi BPP dipengaruhi oleh pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan akan ternormalisasi pada kuartal II 2024.
Secara rinci, belanja kementerian/lembaga terealisasi sebesar Rp304,2 triliun atau 27,9 persen dari pagu.
Belanja pegawai tercatat sebesar Rp96,2 triliun, tumbuh sebesar 19,5 persen yoy. Pertumbuhan itu dipengaruhi oleh pembayaran THR ASN/TNI/Polri sebesar Rp16,4 triliun dan kenaikan gaji ASN/TNI/Polri dengan total penyaluran Rp79,8 triliun.
Belanja barang terealisasi Rp109,8 triliun atau tumbuh 30,3 persen yoy. Nilai tersebut tersalurkan untuk KPU sebesar Rp19,8 triliun, Kementerian Pertahanan Rp11,3 triliun, Polri Rp9,5 triliun, Kementerian Agama Rp7,9 triliun, dan Kementerian PUPR Rp7,3 triliun.
Belanja modal tersalurkan Rp42,8 triliun atau tumbuh 19,2 persen yoy, untuk pembangunan jalan, irigasi, dan jaringan sebesar Rp13,9 triliun; peralatan dan mesin Rp21,8 triliun; serta gedung dan bangunan Rp5,1 triliun.
Kemudian, belanja bantuan sosial (bansos) tercatat sebesar Rp55,5 triliun, terkontraksi 2,9 persen. Penurunan itu disebabkan penyaluran program keluarga harapan (PKH) tahap II 2024 yang belum sepenuhnya tersalurkan.
Belanja bansos disalurkan melalui Kementerian Sosial sebesar Rp27,7 triliun, Kementerian Kesehatan Rp15,4 triliun, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi Rp10,7 triliun, Kementerian Agama Rp1,6 triliun, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Rp64,6 miliar.
Sementara, belanja non-K/L terealisasi sebesar Rp287,6 triliun atau 20,9 persen dari pagu. Penyaluran tersebut salah satunya digunakan untuk manfaat pensiun sebesar Rp68 triliun.
Di samping itu, belanja non-K/L juga digunakan untuk subsidi senilai Rp51,8 triliun, di antaranya untuk subsidi energi sebesar Rp42,4 triliun dan subsidi nonenergi Rp9,4 triliun.