Setelah Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 22 April 2024 mengenai Pilpres, Denny JA menilai pentingnya berpolitik yang dinamis dan responsif.
“What next? Apa yang perlu dilakukan setelah putusan Mahkamah Konstitusi, 22 April 2024 soal pilpres? Jawabannya singkat dan tegas. Marilah kita Move On,” beber pendiri lembaga survei LSI dan konsultan politik ini di kanal YouTube Orasi Denny JA, dikutip FAJAR.CO.ID, Selasa, (23/4/2024).
Denny JA menyatakan bahwa keputusan MK, yang menolak semua gugatan dari pihak Amin dan pihak Ganjar-Mahfud adalah penutup dari bab lama. Dengan demikian, saat ini adalah momen untuk memasuki bab baru dalam politik Indonesia.
“Politik move on harus kita kerjakan karena situasi sama sekali sudah berubah. Apalagi pasangan Anies- Muhaimin dan pasangan Ganjar- Mahfud sudah menerima hasil MK, dan mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo-Gibran,” bebernya.
Menurutnya, ada tiga alasan move on tersebut. Pertama, adalah karena perubahan dalam struktur koalisi partai. Koalisi yang terbentuk sebelumnya segera akan bubar, baik secara resmi maupun secara bertahap.
“Koalisi partai yang kita kenal selama ini koalisi 01 di belakang Anies dan Muhaimin, koalisi 03 di belakang Ganjar Mahfud, koalisi itu segera bubar.
Dalam sejarah politik Indonesia, koalisi partai yang kalah cenderung bubar setelah pilpres, dengan masing-masing partai mencari cara untuk bertahan atau tumbuh dalam pemerintahan yang baru. Ini akan menghasilkan perubahan dalam dinamika politik di DPR.
“Bubar, baik karena mereka membubarkan diri secara resmi, ataupun bubar secara perlahan melalui waktu. Sejak pilpres 2004, di politik Indonesia tak pernah ada koalisi partai yang kalah yang bertahan panjang,” jelas dia.
Setelah putusan MK, beber dia, masing-masing partai akan mencari cara, mencari peluang untuk survive untuk tumbuh dalam pemerintahan baru yang dikendalikan oleh presiden yang menang. “Jika gagal bergabung, mereka beroposisi, yang sangat lemah di DPR. Sangat jarang partai di Indonesia yang secara sengaja memilih beroposisi,” kata Denny JA.
“Koalisi partai pemenang pilpres juga akan berubah. Koalisi 02 yang menang di belakang Prabowo Gibran pun akan tumbuh lebih besar. Sekarang ini koalisi partai pro Prabowo Gibran itu yang didukung oleh Golkar, Gerindra, Demokrat dan PAN, belum menguasai kursi DPR di atas 50 persen. Itu hukum besi politik. Koalisi partai ini akan mencari tambahan partai-partai yang lain agar mereka pun majoritas di DPR. Hanya dengan menguasi mayoritas kursi DPR, mereka bisa mengendalikan pemerintahan secara efektif,” jelasnya.
Kedua, suara kritis dari kalangan terpelajar perlu ditindaklanjuti untuk mempengaruhi sistem politik secara substansial. Meskipun mungkin kalah dalam pilpres, suara kritis ini penting dalam mematangkan demokrasi. Denny JA menekankan perlunya mengubah kritik tersebut menjadi input untuk revisi undang-undang yang lebih baik, seperti dalam hal distribusi bansos.
“Kita juga harus move on karena suara yang kritis itu dari kalangan terpelajar itu perlu ditransformasikan, untuk lebih mempengaruhi sistem politik secara substansial. Selama ini kita mendengar aksi protes dari teman-teman Civil Society,” bebernya.
“Begitu keras mereka menghantam Prabowo, Gibran dan Jokowi. Memang dalam pilpres kali ini, mereka dikalahkan. Tapi suara kritis mereka tidak sia-sia. Itu bagian dari civic education,” lanjutnya.
Menurutnya Denny JA, sikap kritis mereka penting untuk terus mematangkan demokrasi yang sedang tumbuh.
“Di masa kini, demokrasi di Indonesia masih setengah matang. Bagaimanapun, demokrasi itu juga sebuah journey yang terus-menerus memerlukan palu dan godam agar berbentuk baik,” urainya.
Alasan ketiga adalah untuk fokus pada visi besar Indonesia Emas 2045. Dalam beberapa dekade mendatang, Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara terbesar secara ekonomi di dunia.
Untuk mencapai visi ini, Denny JA menekankan pentingnya menyatukan kekuatan dan mengatasi perselisihan internal demi kepentingan yang lebih besar.
“Alasan ketiga kita harus move on karena kita ingin menundukkan diri kepada politik yang jauh lebih besar. Di hadapan kita sudah terhidang Visi Indonesia Emas 2045. Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga yang kredibel bahwa di tahun 2045, 20 tahun dari sekarang, akan menjadi negara terbesar nomor empat di dunia secara ekonomi. Jelaslah itu peristiwa besar buat kita,” jelas Denny JA.
Namun tak hanya Indonesia, tapi juga Asia. Tahun 2045 itu pun akan terjadi pergeseran gravitasi ekonomi dunia, berpindah dari dunia barat ke Asia. Saat itu, kekuatan ekonomi dunia nomor satu adalah Cina. Nomor dua: India. ketiga Amerika Serikat. Nomor empat: Indonesia. Tiga dari empat negara terbesar secara ekonomi itu ada di Asia.
Perubahan pusat ekonomi dunia dalam sejarah hanya terjadi sekali per ratusan tahun. Saatnya pula kita mensinergikan kekuatan menyambut hal itu. Kepentingan dan visi besar ini selayaknya mengalahkan berbagai perselisihan kita yang jauh lebih kecil. “Inilah alasan mengapa setelah putusan MK, sebaiknya dan secepatnya kita move on, pungkas Denny JA. (eds)