Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2024 dari paslon 01 Anies-Muhaimin (AMIN) dan paslon 03 Ganjar-Mahfud terlalu bersifat legal formal.
"Mereka mengabaikan fakta persoalan etik yang ada di balik putusan Nomor 90 Tahun 2023. MK dengan demikian dapat dipandang mengabaikan Putusan MKMK, yang memutuskan bahwa terjadi pelanggaran etik berat di balik putusan itu," ujar Halili kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (22/4/2024).
"Karena Ketua MK membiarkan terjadinya intervensi pihak eksternal atas putusan MK. Putusan MK mengabaikan aspek etika itu," sambungnya.
Selain itu, lanjut dia, MK juga mengabaikan fakta bahwa bantuan sosial (bansos) yang terlalu dekat dengan Pemilu 2024 itu secara tidak langsung pasti mempengaruhi pilihan pemilih.
"Justru tidak logis kalau MK memutuskan bansos tidak berpengaruh terhadap paslon. Di saat bansos itu diklaim sebagai bantuan presiden dan bahkan didistribusikan secara langsung oleh presiden, sementara anak presiden nyalon sebagai wapres," tutur dia.
Jadi, Halili menekankan, pada dua topik tersebut Putusan MK mengabaikan aspek etika dan logika sekaligus.
Perihal adanya pendapat berbeda atau dissenting opinion yang disampaikan tiga hakim MK, menurutnya, tentu menjadi hal yang wajar saja.
"Dissenting opinion sesuatu yang biasa dalam putusan MK, dan saya melihat posisi tiga hakim yang memberikan dissenting opinion adalah mereka yang sejak awal menimbang etika sebagai soal serius dalam putusan Nomor 90," ujar Halili.